Fenomena brain rot banyak diperbincangkan, khususnya di kalangan orang tua. Sebenarnya apa yang dimaksud brain rot?
Memahami Istilah Brain Rot
Menurut Oxford University Press, istilah brain rot ini bisa diartikan sebagai sebagai kemerosotan pada kondisi mental atau intelektual seseorang sebagai akibat dari konsumsi berlebihan terhadap materi atau konten yang dianggap remeh atau tidak menantang.
Belakangan istilah brain rot pun mulai menjadi populer di platform media sosial khusunya TikTok. Brain rot ini bisa terjadi akibat terlalu banyak mengonsumsi konten daring secara cepat dan tidak berkualitas, khususnya video dalam durasi singkat yang kerap dilihat lewat YouTube Short atau TikTok.
Dalam hal ini Psikolog Anak dan Remaja, Vera Itabiliana Hadiwidjojo, S.Psi., menjelaskan bahwa
frasa yang memiliki makna ”pembusukan otak” ini menjelaskan kondisi otak yang terpaku dalam suatu aktivitas yang monoton dan itu-itu saja sehingga tidak tertantang lagi untuk bisa berkembang, tidak tertantang lagi untuk bisa berpikir kritis.
“Salah satu yang sedang viral dan memang saya temui di ruang praktik sehari-hari itu berkaitan dengan anak-anak yang terus scroll sosial media sampai berjam-jam bahkan bisa melupakan aktivitas yang lainnya,” ujarnya.
Vera mengingatkan bahwa efek brain rot ini besar sekali sehingga perlu dicegah. “Masa anak-anak itu kan sebenarnya justru waktunya sel otak mereka sedang berkembang. Di sini, kemampuan berpikir anak juga sedang diasah untuk bisa berpikir kreatif dan kritis. Ketika mereka sehari-hari hanya scrolling media social di mana itu juga hanya satu arah dan sifatnya hanya melihat saja ini pasti menimbulkan dampak negatif.”
“Selain itu tampilan seperti YouTube short ini kan juga sangat cepat ya, konten satu dengan konten yang satu bergantinya sangat cepat. Nah, akibatnya anak belum bisa mencera konten yang satu namun sudah ada konten yang lain. Mereka jadi tidak ada kesempatan buat anak ini untuk mengelola dan menchallenge dirinya, mengkritisi apa yang dia lihat. Jadi terus menumpuk terus.”
Dampak yang Bisa Muncul Akibat Brain Rot
Meskipun istilah ini bukan istilah medis resmi, namun fenomena yang dirujuk oleh istilah ini sangat nyata dan dapat berdampak pada perkembangan anak khususnya menurunnya kemampuan kognitif atau mental.
Berikut adalah beberapa risiko bisa muncul:
1. Gangguan Perkembangan Kognitif
Anak yang terlalu banyak menghabiskan waktu dengan meiliha konten yang satu arah dan pasif, seperti menonton video tanpa adanya interaksi tentu saja dapat mengalami keterbatasan stimulasi otak. Ini dapat menghambat perkembangan keterampilan berpikir kritis, kreativitas, dan pemecahan masalah.
2. Penurunan Konsentrasi dan Rentang Perhatian
Paparan berlebihan pada konten cepat atau fast-paced, misalnya, video dengan perubahan adegan yang sangat cepat juga dapat membuat anak sulit fokus pada tugas-tugas yang membutuhkan konsentrasi lebih lama, seperti membaca atau belajar. Ini berakibat rentang perhatian dan konsentrasi mereja sangat rendah.
3. Pengaruh Negatif pada Perkembangan Sosial dan Emosional
Anak yang terlalu sering terpapar media digital cenderung kurang berinteraksi secara langsung dengan orang lain. Hal ini bisa menghambat kemampuan mereka untuk membaca ekspresi wajah, memahami emosi, atau membangun empati. Selain itu, konten negatif dapat memengaruhi emosi mereka, membuat anak lebih mudah cemas, marah, atau sedih.
4. Brain Rot Sebabkan Kelelahan Mental (Mental Fatigue)
Konsumsi konten berlebihan, terutama yang kurang berkualitas, dapat menyebabkan kelelahan otak. Anak-anak mungkin merasa lesu, tidak termotivasi, atau kehilangan minat pada aktivitas fisik maupun kegiatan yang menantang otak.
5. Masalah Tidur (Sleep Disturbances)
Tanpa disadari waktu anak bermain gadget atau mengonsumsi konten yang tidak berkualitas tanpa terkontrol, terutama sebelum tidur, dapat mengganggu kualitas tidurnya. Paparan cahaya biru dari perangkat elektronik dapat menghambat produksi melatonin, hormon yang membantu tubuh beristirahat. Padahal tidur berkualita memiliki peran penting dalam tumbuh kembang anak agar bisa optimal.
6. Ketergantungan pada Konten Digital
Anak yang terlalu sering menggunakan perangkat elektronik dapat mengalami kecanduan digital. Mereka mungkin sulit untuk berhenti menggunakan perangkat tersebut, dan hal ini dapat mengganggu keseimbangan hidup mereka, termasuk waktu bermain aktif dan belajar.
7. Penurunan Kapasitas untuk Berpikir Mandiri
Anak-anak yang selalu mengandalkan perangkat atau media digital untuk hiburan atau jawaban mungkin menjadi kurang percaya diri untuk berpikir mandiri atau menyelesaikan masalah sendiri.
8. Gangguan Bahasa dan Komunikasi
Dampak lain yang bisa muncul diakibatkan terlalu lama terpapar media yang pasif menyebabkan anak sering kurang terlatih dalam berbicara atau berkomunikasi dua arah. Ini dapat memperlambat perkembangan bahasa mereka.
9. Penurunan Kreativitas Akibat Brain Rot
Konten digital yang memberikan hiburan instan sering kali tidak melibatkan imajinasi atau eksplorasi. Akibatnya, anak menjadi kurang kreatif dalam bermain atau menemukan solusi inovatif.
Mencegah Brain Rot pada Anak
Mengingat banyaknya dampak negatif yang muncul akibat brain rot, ada beberapa hal yang perlu dilakukan. Seperti yang disampaikan Vera Itabiliana.
“Ya tentu saja stop scrolling. Penggunaan gadget pada anak tentu saja perlu dibatasi, dan ini tentu saja perlu bantuan dan kedisiplinan orang tua, ya. Anak-anak juga perlu dipaparkan banyak kegiatan yang mengasah otaknya. Selain itu melatih anak untuk bisa membaca buku juga sangat baik.”
Artinya ada beberapa upaya yang perlu dilakukan secara konsisten, yaitu:
1. Batasi Waktu Layar
2. Pastikan anak tetap memiliki waktu bermain aktif dan eksplorasi langsung.
3. Pilih konten yang berkualias dan memiliki nilai edukatif, interaktif, dan sesuai usia.
4. Dorong anak untuk membaca buku, bermain di luar ruangan, menggambar, atau bermain peran.
5. Libatkan anak dalam interaksi sosial
6. Jadilah contoh konkret dan positif bagi anak
Di akhir pembicaan, Vera Itabiliana Hadiwidjojo, S.Psi., juga mengingatkan bahwa brain rot tidak hanya terjadi pada anak-anak saja. “Ini juga berlaku untuk orang dewasa, saat ini atensi orang dewasa kan juga cukup singkat. Pada dewasa sehingga diperlukan detox social media. Cobalah untuk mendisiplinkan diri sendiri, bisa mencoba untuk tidak membuka handphone jika memang tidak bunyi dan tidak diperlukan.”
Hai, salam kenal 🤗, panggil saya Adis. ‘Terlahir’ jadi ibu, menjadi sadar kalau menjadi orang tua merupakan tugas seumur hidup. Meski banyak tantangan, semua tentu bisa dijalani jika ada dukungan dari lingkungan sekitar. #MamaSquads