Child Grooming, Ini yang Harus Diwaspadai Agar Anak Tidak Jadi Korban

child grooming, kasus child grooming
Foto: Champpixs/Getty Images

Belakangan ini, isu mengenai child grooming ramai dibicarakan , terutama setelah munculnya dugaan kasus hubungan ‘terlarang’ yang melibatkan selebriti Korea Selatan.

Child grooming, kata grooming bisa diartikan sebagai proses manipulasi yang dilakukan oleh pelaku untuk mendapatkan kepercayaan anak agar bisa dieksploitasi secara emosional, psikologis, atau seksual.

Nyatanya, pola asuh orang tua memiliki peran yang sangat besar dan penting untuk mencegah terjadinya child grooming.  Ada beberapa aspek pola asuh yang dapat memperkuat perlindungan terhadap anak seperti yang disampaikan Agstried Elisabeth, M.Psi., Psikolog, Psikolog Pendidikan dari Rumah Dandelion.

Apa itu Child Grooming?

Berikut kutipan wawancara Parentsquads dengan psikolog pendidikan yang kerap disapa dengan panggilan Mbak Agstried.

Bacaan Lainnya

Bisa dijelaskan, sebenarnya apa sih yang dimaksud dengan child grooming?

Child grooming merupakan sebuah keadaan ketika seseorang membangun relasi atau trust (kepercayaan) terhadap anak atau orang yang usianya jauh lebih muda darinya. Tidak hanya itu, dalam hubungan tersebut juga ada indikasi manipulasi. Entah manipulasi secara seksual, finansial, ataupun yang lainnya

Bagaimana bisa terjadi? Umumnya terjadi pada seseorang yang merasa memiliki relasi ‘berkuasa’, seperti kakak pembina, guru, senior, atau orang yang seakan-akan tahu mana yang benar atau tidak untuk si Anak. Orang-orang seperti ini biasanya bisa masuk ke dalam kehidupan anak dengan cara bisa dipercaya (anak).

Orang dewasa harus punya batasan yang jelas saat memainkan peranannya terhadap anak-anak yang dihadapinya. Misalnya saja ada seorang guru berkata seperti ini. “Ya gimana ya, aku sayang (dengan anak ini) jadi menganggap dia anak sendiri.”

“Ingat, itu bukan hal baik, itu bukan hal positif. Itu justru menunjukkan dia tidak punya boundaries terhadap perannya sebagai guru secara profesional. Jadi tetap harus ada batasan.

Prosesnya seperti apa, mengapa anak bisa ‘terjebak’?

Dalam proses ‘pendekatan’ seperti itu, anak akan dibuat percaya bahwa apa yang dikatakan orang tersebut adalah baik dan yang paling benar. “Pak Guru atau seniorku kalau bicara lembut, tidak seperti orangtuaku,”, “Aku nggak dapat (nasihat) ini dari orangtuaku.” atau lain sebagainya. Hingga kemudian, tanpa disadari, si anak sepenuhnya patuh terhadap orang tersebut.

Mengapa anak remaja rentan mengalami child grooming?

Anak remaja rentan karena kemampuan mereka belum berkembang dengan baik, sehingga kemampuan berpikir logis dan pengambilan keputusan belum matang. Mereka belum mampu menilai apakah hubungan yang mereka jalani itu sehat atau tidak. Lalu, pengalaman hidup anak tentu saja belum banyak sehingga mereka akan mengambil atau menginterpretasikan dunia sesuai dengan apa yang mereka tahu.

Lagipula otak anak remaja juga belum berkembang dengan sempurna. Jadi, pada saat dibilang A sama orang yang mereka anggap sukses, ya bisa diikuti. Mereka bisa menelannya begitu saja. “Ah, dia kan sudah sukses, baik, atau kaya, maka standar moral juga baik. Kalau dia orang baik, maka kata-katanya harus kuikuti, maka aku nanti juga bisa sukses dan sebaik dia”. Nah, cara berpikir yang yang kurang lengkap seperti ini bisa berisiko membuat anak mudah dimanupulasi.

Sebenarnya, ada nggak yang melatarbelakangi seorang anak mudah menjadi korban?

Sebenarnya anak tidak akan mencari bentuk cinta atau rasa sayang yang ‘aneh’ di luar sana. Jika mereka bisa mendapatkan rasa cinta dan sudah merasa diterima yang sangat cukup di rumah. Memang ini hal ini cukup sulit jika mengingat kedua orang tua sibuk berkerja untuk memenuhi segala kebutuhan tapi kemudian ada orang yang mengisi kekosongan sehingga mereka merasa orang ini dapat memenuhi kebutuhan tersebut. 

Apakah era digital ini berpengaruh sehingga anak lebih rentan mengalami child grooming?

Apalagi di dunia digital seperti ini, orang bisa dengan mudah masuk ke dunia anak, untuk itu anak butuh paham dan perlu diajarkan stranger danger, anonymous itu berbahaya juga perlu diajarkan boundaries sejak kercil, siapa yang boleh menyentuh, meminta atau melakukan sesuatu di depan kamera. 

Apakah berisiko mengganggu kesehatan mental anak?

child grooming
Foto: pixelshot

Iya, child grooming bisa memengaruhi kesehatan mental anak. Namun kondisi ini biasanya baru akan disadari dalam jangka panjang –dalam masa jangka pendek anak masih belum sadar kalau dia korban manipulasi. 

 Ada beberapa hal yang umumnya terjadi dan dilakukan anak yang berhubungan dengan pria yang jauh lebih dewasa: 

  • Bertindak secretive. Selama masih berhubungan dengan orang tersebut, anak biasanya ia akan menjalani hubungannya secara secretive (diam-diam atau rahasia). 
  • Menunjukkan rasa tidak suka atau melawan saat dilarang bertemu orang tersebut. 
  • Mengorbankan banyak hal yang tidak seharusnya ke pasangannya. Seks salah satunya. 
  • Masalah kesehatan mental, seperti anxiety, depresi, trust issue, PTSD (Post Traumatic Stress Disorder), dan lain sebagainya. Ini lebih ke dampak jangka panjang. 

Apa yang perlu orang tua lakukan jika mengetahui anak menjadi korban?

Pada dasarnya, anak itu tidak mencari bentuk cinta yang aneh-aneh di luar rumah, terutama jika mereka sudah mendapatkan kasih sayang yang cukup di rumah (dari orang tua dan anggota keluarga lainnya).

Namun jika mengingat situasi mayoritas keluarga zaman sekarang, di mana kebanyakan kedua orangtuanya bekerja, ada ‘kekosongan’ dalam hati anak yang rentan dan bisa disusupi orang dari luar. Apalagi di era digital seperti sekarang ini, di mana orang jahat bisa masuk ke dalam kehidupan anak kapan saja. 

Inilah pentingnya orang tua memberi pengawasan dan edukasi tentang bagaimana agar anak bisa menjaga anaknya dari berbagai kejahatan. Seperti: 

  • Ajarkan anak stranger danger (waspada orang asing/tidak dikenal) yang beredar di dunia maya. 
  • Ajarkan boundaries yang baik dan tidak baik, yakni batasan apa yang bisa dan tidak bisa anak terima, toleransi, atau interaksi apa yang diperbolehkan dengan orang lain dan diri sendiri, entah itu secara fisik, emosional, juga spiritual. Salah satunya, “Jangan melakukan sesuatu di depan kamera yang membuat mereka tidak nyaman. Mereka juga boleh bilang atau harus bilang ‘TIDAK’ jika perlu. Mereka harus tahu mencari siapa atau ngomong ke siapa, jika mereka diminta melakukan sesuatu yang tidak benar, dan lain sebagainya.” terang Agstried.
  • Ajarkan anak tentang bagaimana menjalin hubungan yang sehat. “Terangkan juga bahwa sebagai orang tua pun Anda harus respect saat mereka bilang ‘tidak’, bahwa setiap orang bisa memiliki pilihannya masing-masing, serta tidak semua yang orang dewasa katakan itu benar, dan lain sebagainya.”

Yang Dilakukan Orang Tua Saat Tahu Anak Menjadi Korban

Bila Anda sebagai orangtua mencurigai si kecil adalah korban child grooming, ini yang harus dilakukan: 

1. Cek siapa saja orang yang saat ini sedang dekat dengan anak. Jangan batasi ‘target’, dengan kata lain Anda boleh mencurigai siapapun. 

2. Cari tahu sebanyak-banyaknya tentang mereka –bisa dari koneksi sosial anak. 

3. Apa saja indikator kecurigaan Anda bahwa anak adalah korban grooming

  • Apakah Anda merasa tidak nyaman saat anak dekat dengan Guru A atau Coach B?
  • Apakah Anda merasa kedekatan mereka tidak profesional? jika iya, di bagian mana? 

4. Apa yang sebaiknya Anda lakukan berikutnya terhadap anak

  • Apakah anak tetap bisa mengikuti kegiatan yang berhubungan dengan guru atau coach tersebut? 
  • Ajak anak bicara tentang relasi yang sehat, boundaries yang wajar dengan lawan jenis, dan lainnya. It’s okay to say no. Kemudian ajak anak juga terbuka bicara kepada Anda, karena yang paling utama adalah connection before correction.
  • Pastikan Anda selalu berpihak ke anak. Jangan menyalahkan anak terhadap situasi yang sedang dihadapinya. Misalnya, dengan menganggap anak kecentilan atau apa lah. Dalam hal ini, yang lebih salah itu adalah pelaku manipulasinya.

Dalam beberapa tradisi yang ada di Indonesia, hubungan semacam ini ada yang menganggap wajar- –ketika anak gadis di bawah umur menikah dengan pria yang jarak usianya belasan atau puluhan tahun. Bahkan di luar itu, ada beberapa orang tua yang justru mendukung hubungan demikian. Tentunya dengan alasan tertentu, seperti demi melepaskan anak dari tanggun jawab karena faktor ekonomi atau alasan lainnya.

Dalam hal ini, Mbak Agstried mengungkapkan bahwa memang tidak bisa menghakimi kondisi yang seperti, semua dikembalikan lagi kepada orang tersebut. 

Yang pasti, jika hubungan itu membuat anak tidak nyaman dan berujung pada masalah mental dan fisik, atau bahkan jika hubungan itu menghilangkan hak anak dari belajar dan mengembangkan dirinya ke arah positif, sudah dipastikan hubungan tersebut adalah salah. 

Semoga anak-anak kita terlindungi dari segala bentuk kejahatan ya, Ma.

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

23 − = twenty