Maaf. Salah satu kata ‘ajaib’ yang perlu diajarkan pada anak sejak dini. Kata sederhana ini bisa menjadi ‘pagar’ sehingga anak bisa paham batasan dan belajar menyadari bahwa perilakunya tidak bisa dilakukan sesuka hati. Meski terlihat sederhana, nyatanya mengajarkan anak meminta maaf dengan tulus tidak semudah yang dibayangkan.
Setidaknya hal ini diakui oleh Rani, ibu dari dua orang anak yang masih berusia balita ini sempat khawatir kalau permintaan maaf yang diajukan anaknya saat salah hanya sekadar ‘lips service’ aja.
“Anak-anak sebenernya mudah bilang maaf, tetapi bagaimana saya masih ragu apakah anak-anak benar-benar menyesal dengan perbuatannya? Lalu bisa belajar dari kesalahan dan melakukan yang lebih baik di lain waktu?,” ujarnya.
Apa yang Mama Rani rasakan mungkin juga dirasakan Mama lainnya. Bertanya-tanya, bagaimana sebenarnya mengajarkan anak meminta maaf dengan tulus.
***
Pada saat anak-anak melanggar aturan yang sudah disepakati atau menyakiti perasaan orang lain, tentu kita sebagai orang tua ingin mereka menyadarinya dan meminta maaf atas kesalahan yang sudah dibuat. Namun, bisa jadi anak menolak untuk meminta maaf atau mau mengatakannya tanpa memikirkan apa yang terjadi.
Mengajukan atau mengatakan permintaan maaf yang tulus merupakan salah satu keterampilan yang perlu dilatih sejak dini. Ada masanya anak masih sulit untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain, sehingga mereka terdengar dipaksakan. Dan beberapa anak tidak suka mengatakannya.
Kita tentu sepakat, ya, jika permintaan maaf yang asal-asalan ini—terutama ketika diucapkan dengan berat hati—tidak akan menyelesaikan situasi atau perilaku yang salah. Jika kondisi ini tetap dibiarkan sampai anak tumbuh dewasa, maka anak tidak akan paham bahwa permintaan maaf yang sunguh-sungguh punya makna besar.
Jangan sampai anak berpikir bahwa hanya dengan mengatakan kata “maaf” saja sudah cukup. Apalagi jika diikuti dengan pembenaran atau penjelasan yang menyalahkan korban yang memusatkan sudut pandang mereka. Denfan begitu, kata maaf ini hanya dilakukan untuk mendapatkan manfaat dari permintaan maaf tersebut, misalnya untuk mandapatkan validasi, penyelesaian masalah yang ada, atau sekadar pengampunan, tanpa anak tahu bahwa permintaan maaf tersebut dilakukan perlu dilakukan dengan sepenuh hati atau keinginan untuk melakukan perbaikan yang memadai.
Jadi, bagaimana kita sebagai orang tua bisa bisa mengajarkan anak meminta maaf dan benar-benar bersungguh-sungguh?
Mengajarkan Anak Meminta Maaf, Mulai dari Langkah Ini
Dalam hal ini Dhisty Azlia F selaku Psikolog Anak dan Remaja dari Ruang Mekar Azlia mengatakan bahwa saat mengajarkan anak meminta maaf ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.
1. Bangun Komunikasi yang Baik
”Saat meminta maaf, anak harus tahu dulu alasan rasional kenapa dia harus minta maaf. Anak juga bisa menyadari kesalahannya. Itulah pentingnya diskusi dan komunikasi konstruktif yang perlu dilakukan kita sebagai orang tua ke anak, saat anak berbuat salah.”
Untuk memulainya dan membantu anak menyadari kesalahannya, ada beberapa contoh pertanyaan yang bisa kita berikan (dengan tetap menghargai perasaan anak):
- Menurut kamu, apa tindakan yang sudah kamu lakukan itu baik atau justru tidak benar dan tidak pantas untuk dilakukan?
- Bagaimana perasaan kamu jika ada orang yang melakukan hal tersebut ke diri kamu? Kira-kita bagaimana perasaan atau emosi temanmu saat menerima perlakuan itu?
- Apakah perilaku tersebut pantas dilakukan?
Dengan mengajukan pertanyaan yang mengaitkan perasaan dan tindakan dengan dampak yang ditimbulkannya pada orang lain, kita dapat membantu anak untuk belajar berempati. Anak dapat memahami perasaan yang memicu perilaku buruk tersebut dan memberinya alat untuk merespons dengan tepat di lain waktu. Intinya, mulai dengan membangun komunikasi yang hangat dan baik dengan anak, ya.
2. Ajarkan Konsekwensi Agar Anak Bisa Bertanggung Jawab
Daripada menghukum anak atau membentak yang justru bisa menyakiti anak, cobalah untuk fokus pada solusi untuk menebus kesalahan. Kita sebagai orang tua bisa mulai dengan bertanya, “Apa yang bisa kamu lakukan untuk memperbaiki kesalahan yang sudah dilakukan?”
Permintaan maaf secara lisan adalah awal yang baik, tetapi karena anak-anak belajar paling baik melalui tindakan, ada baiknya untuk memadukannya dengan tindakan kebaikan, seperti membantu memperbaiki apa yang rusak atau menggambar gambar yang layak untuk dipajang di lemari es untuk pihak yang terluka.
“Kita sebagai orang tua juga perlu mendorong anak untuk bisa belajar tanggung jawab selain hanya minta maaf. Jika memang harus ada konsekuensi lain yang diterima atas kesalahan tersebut, kita dukung anak untuk take action. Misalnya ganti rugi karena ilangin mainan temannya; tanggung jawab membawa temannya ke dokter karena sudah melukai; dsb,” tukas Dhisty.
3. Menjadi Contoh Konkret Bagi Anak
Mengajarkan anak meminta maaf dengan tulus tentu saja perlu dimulai dengan menjadi contoh yang konkret bagi anak. Saat MamPap melakukan sebuah kesalahan, apakah sudah meminta maaf dengan baik? Pun saat melakukan kesalahan pada anak. Perlu digarisbawahi ya, MamPap, sebagai orang tua kita tidak selalu benar. Ada kalanya kita melakukan kesalahan, dan tidak apa-apa untuk meminta maaf.
Jika sejak usia dini anak dilatih untuk bisa meminta maaf, akan menjadi wajar dan normal bagi mereka untuk meminta maaf dengan cara yang lebih menyeluruh. Anak-anak akan terbiasa untuk menjelaskan kesalahan mereka secara spesifik, memeriksa konsekuensi tindakan mereka dan membangun empati, membuat rencana untuk benar-benar menghentikan perilaku yang tidak diinginkan, dan membiarkan diri mereka merasakan ketidaknyamanan dari sikap rendah hati dalam meminta maaf.
Tidak sedikit anak-anak, atau bahkan kita sendiri yang tumbuh dengan belajar untuk menghindari begitu banyak emosi tidak nyaman yang muncul saat meminta maaf seperti ini. Akibatnya, alih-alih bersikap tulus dan terbuka untuk meminta maaf justru bersikap defensif.
Dengan mengajarkan anak meminta maaf dengan cara yang tepat, harapannya anak bisa tumbuh menjadi orang dewasa yang lebih bijaksana dan semakin sadar akan dampak tindakan mereka terhadap orang lain.
Hai, salam kenal 🤗, panggil saya Adis. ‘Terlahir’ jadi ibu, menjadi sadar kalau menjadi orang tua merupakan tugas seumur hidup. Meski banyak tantangan, semua tentu bisa dijalani jika ada dukungan dari lingkungan sekitar. #MamaSquads