Kapan Mulai Mengajarkan Toilet Training pada Anak? Ini Penjelasan IDAI

mengajarkan toilet training pada anak
Foto: Odua Images

Masih banyak orang tua yang belum mengetahui kapan harus mulai mengajarkan si kecil toilet training pada anak. Belum lagi, tantangan-tantangan yang harus dihadapi MamPap saat mengajarkan toilet training pada anak. 

Dalam sesi seminar media yang diadakan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dr. Meitha P.E. Togas, SpA(K)., Anggota Unit Kerja Koordinasi (UKK) Tumbuh Kembang IDAI membagi tanda-tanda anak mulai siap diajarkan toilet training dan cara menangani masalah toilet training. Berikut ulasan lengkapnya. 

Apa Itu Toilet Training?

Toilet training merupakan proses anak belajar untuk buang air kecil (BAK) dan buang air besar (BAB) di toilet dengan benar secara mandiri, layaknya orang dewasa. Pelatihan ini mengajarkan si kecil untuk mengenali sinyal tubuh mereka untuk buang air kecil dan buang air besar. 

Toilet training merupakan proses yang menantang bagi orang tua dan anak itu sendiri. 

Menurut dr. Meitha, toilet training harus dimulai di waktu yang tepat, sesuai perkembangan anak itu sendiri. “Toilet training memang proses yang kompleks yang dipengaruhi oleh berbagai kondisi, yaitu kondisi anatomi anak itu sendiri, kondisi fisiologis, dan kondisi perilaku anak itu sendiri,” ungkap dr. Meitha.  

Selain itu dr. Meitha juga menjelaskan, toilet training yang terlambat bisa menyebabkan penyebaran penyakit infeksi, kesulitan memulai toilet training pada usia yang semakin besar, juga menyebabkan penyakit kandung kemih pada anak itu sendiri. 

Nah, jadi kapan harus mulai mengajarkan toilet training pada anak?

Kapan Harus Mulai Mengajarkan Toilet Training pada Anak?

Toilet training bisa dimulai ketika si kecil menunjukkan tanda-tanda bahwa ia siap melakukannya. Namun, tidak ada usia yang pasti kapan MamPap bisa mulai mengajarkan toilet training pada anak karena masing-masing anak punya tingkat perkembangan yang berbeda-beda. 

Sebagian besar anak memang mulai memiliki kendali atas usus dan kandung kemih mereka rata-rata mulai usia 27-30 bulan atau usia 2 tahun 6 bulan. Saat usia inilah, anak-anak (dengan catatan tanpa autisme) mulai bisa diperkenalkan dengan toilet training.  

Namun, usia tidak bisa menjadi penilaian ketat kapan anak bisa memulai proses ini. “Setiap anak memiliki perkembangannya masing-masing. Untuk itu, orang tua disarankan menunggu sampai anak menunjukkan kesiapannya melalui beberapa tanda atau karakteristik yang terlihat,” ungkap dr. Meitha. 

Berikut juga beberapa tanda perkembangan atau keterampilan anak yang harus Anda perhatikan sebelum memulai toilet training: 

  • Anak bisa mengikuti instruksi sederhana. 
  • Anak bisa berjalan dan bisa duduk dalam waktu singkat
  • Anak memahami dan menggunakan kata-kata tentang penggunaan toilet. 
  • Anak membuat hubungan antara keinginan untuk buang air kecil atau besar dan penggunaan toilet. 
  • Anak menjaga popoknya tetap kering selama 2 jam atau lebih. 
  • Anak mampu ke toilet sendiri, duduk di atasnya selama beberapa waktu, lalu turun dari toilet. 
  • Anak menarik popok sekali pakai, atau celana dalamnya. 
  • Anak mulai tidak suka memakai popok, mungkin mencoba melepaskannya saat basah atau kotor. 
  • Anak menunjukkan minat untuk menggunakan toilet atau mengenakan celana dalam. 
  • Umumnya anak lebih mandiri, termasuk lebih sering mengatakan ‘tidak’. 
  • Anak tertarik melihat orang lain pergi ke toilet. 
  • Buang air besarnya teratur, lembut, dan terbentuk. 
  • Anak bisa menaikkan dan menurunkan celananya. 
  • Anak mampu menyeka, menyiram, dan keterampilan lainnya, yang dibutuhkan saat proses toilet training. 

Namun, tidak semua tanda-tanda ini harus ada saat anak Anda sudah siap diajarkan toilet raining. Selain itu, anak laki-laki sering kali lebih lambat dalam memulai toilet training dan membutuhkan waktu lebih lama untuk belajar menggunakan toilet daripada anak perempuan.

Hindari Waktu yang Kurang Tepat

Dokter Meitha mengingatkan, keberhasilan toilet training dipengaruhi beberapa faktor. Ada kalanya si kecil mungkin tidak bisa melakukannya dengan baik, dan MamPap bisa menunda untuk memulai toilet training. Hindari beberapa kondisi, seperti:

  • Saat bepergian.
  • Menjelang atau ketika kelahiran saudara kandung (adik).
  • Anak sedang mengalami fase baru atau pengalaman baru, seperti berpindah dari boks bayi ke tempat tidur. 
  • Pindah ke rumah baru atau sekolah baru. 
  • Saat anak sakit (terutama jika diare menjadi salah satu faktornya). 

Berapa Lama Waktu yang Dibutuhkan untuk Mengajarkan Anak Toilet Training?

Mengajarkan anak balita untuk menggunakan toilet bukanlah tugas yang mudah dan bisa berhasil dalam semalam. Umumnya, dibutuhkan waktu antara 3 dan 6 bulan, tetapi juga dapat memakan waktu lebih lama atau lebih sebentar untuk beberapa anak. 

Jika MamPap memulai terlalu dini, prosesnya cenderung akan memakan waktu lebih lama dan dapat memakan waktu berbulan-bulan untuk anak menguasai toilet training di malam hari.

Peralatan yang Dipersiapkan untuk Memulai Toilet Training

Berikut beberapa peralatan toilet training yang perlu dipersiapkan: 

  • Sisipan yang ditempatkan pada bangku toilet yang membuat anak lebih nyaman. 
  • Bangku kecil untuk membantu anak naik ke dudukan toilet dan sebagai pijakan kaki anak saat ia menggunakan toilet. 
  • Kenakan anak celana yang nyaman dan mudah saat melepaskannya dan memakainya. 
  • Beberapa anak juga menggunakan potty chair untuk membantu proses ini. 

Tips Mengajarkan Toilet Training pada Anak

mengajarkan toilet training pada anak, anak belajar pipis
Foto: Thinkstock Images/Photo Images

Berikut cara mengajarkan toilet training pada anak: 

Ajak Anak ke Toilet Secara Berkala

Menurut dr. Meitha, cara yang pertama adalah MamPap bisa mencoba mengajak si kecil ke kamar mandi setiap 90 menit. “Kalau tidak buang air kecil, interval berikutnya bisa kita pendekkan jadi 60 menit. Jika anak buang air kecil, maka jadwal ke toilet mulai kembali jadi 90 menit. Jadi, di sini mengajarkan anak agar ia bisa menunggu sampai ia diajak ke toilet,” jelasnya. 

Contoh lain misalnya, Mama dapat memulai dengan meminta si kecil duduk di pispot setelah bangun tidur dengan popok kering, atau 45 menit hingga satu jam setelah ia minum banyak. Dudukkan anak di pispot atau dudukan toilet selama beberapa menit beberapa kali sehari, dan biarkan anak Anda bangun jika ia mau. 

Ajarkan Rutinitas

Cobalah menjadikan toilet sebagai bagian dari rutinitas harian anak Anda. Misalnya, dorong anak Anda untuk menggunakan pispot atau toilet di pagi hari, dan sebelum atau setelah makan camilan dan makanan lainnya. Minta anak Anda untuk buang air kecil sebelum tidur.

Minta Anak Mengekspresikan Keinginannya ke Toilet  

Minta anak Anda untuk memberi tahu Anda saat popoknya basah atau kotor. Gunakan kata-kata untuk mengekspresikan tindakan menggunakan toilet, seperti “pipis”, “pup,” dan “toilet”.

Identifikasi perilakunya seperti pertanyaan, “Apakah kamu akan pup?” sehingga anak Anda dapat belajar mengenali keinginan untuk buang air kecil dan besar.

Minta anak untuk duduk di pispot atau toilet jika Anda melihat tanda-tanda yang jelas bahwa ia perlu pergi ke kamar mandi, seperti menyilangkan kaki, mengerang, menggeliat, kentut, diam, atau menjauh dari Anda, serta jongkok.

Jangan Memakaikan Anak Popok 

Jangan memakaikan popok sekali pakai pada anak di waktu jadwal training. Misalnya, hindari memakaikan anak popok sekali pakai di waktu siang hari jika Mama ingin melatihkan di siang hari. Begitu juga saat malam hari. 

Dudukkan Anak di Toilet Selama Beberapa Waktu

Sediakan kursi toilet tempat anak Anda berlatih duduk. Pada awalnya, anak dapat duduk di atasnya sambil mengenakan pakaian atau popok. Setelah siap, si kecil bisa mulai melepaskan celananya. 

Berikan Contoh

MamPap bisa contohkan kepada si kecil cara Anda duduk di toilet dan jelaskan apa yang Anda lakukan. Bagaimana pun, anak akan meniru orang tuanya. Anda juga dapat meminta anak Anda duduk di dudukan pispot dan memerhatikan saat Anda menggunakan toilet.

Kenakan Pakaian yang Nyaman

Hindari pakaian yang sulit dilepas, seperti baju terusan dan kemeja yang mudah robek di bagian selangkangan. Anak-anak yang sedang menjalani latihan harus bisa membuka pakaian sendiri.

Berikan Hadiah Kecil 

Berikan hadiah kecil kepada anak Anda, seperti stiker atau waktu ekstra untuk dibacakan dongeng, setiap kali anak berhasil menggunakan toilet. Buatlah bagan untuk mencatat keberhasilannya. 

Setelah anak Anda tampak menguasai cara menggunakan toilet, biarkan mereka memilih beberapa pasang celana dalam baru untuk anak yang usianya lebih besar.

Puji semua usaha yang anak lakukan untuk menggunakan toilet, meskipun tidak terjadi apa-apa. 

Pastikan Semua Pengasuh Mengikuti Rutinitas

Pastikan semua pengasuh — termasuk pengasuh bayi, ART, kakek-nenek, dan pekerja penitipan anak — mengikuti rutinitas yang sama dan menggunakan nama yang sama untuk bagian tubuh dan tindakan di kamar mandi. Beri tahu mereka bagaimana Anda menangani toilet training dan minta mereka menggunakan pendekatan yang sama agar anak Anda tidak bingung.

Tetap Menjaga Kebersihan Anak

Bersihkan dan menyeka alat vital si kecil sampai anak Anda belajar caranya bagaimana membersihkannya dengan bersih. Ingatlah untuk membersihkan dari depan ke belakang, terutama pada anak perempuan untuk mengurangi risiko infeksi saluran kemih.

Bagi anak laki-laki, ajari anak Anda untuk menggoyangkan penisnya setelah buang air kecil untuk membuang semua tetesan. 

Jangan lupa, ajari anak Anda cara mencuci tangan setelah menggunakan toilet.

Bagaimana Jika Terjadi “Kecelakaan”?

Ingatlah bahwa “kecelakaan” bisa saja terjadi. Artinya, ketika belajar, anak mungkin sudah keburu pipis atau BAB sebelum sampai di toilet. 

Penting untuk tidak menghukum anak-anak yang sedang menjalani toilet training atau menunjukkan kekecewaan saat anak mengompol atau BAB di celana atau di tempat tidur. Sebaliknya, beri tahu anak bahwa itu adalah kecelakaan dan tetap dukungan positif. Yakinkan anak bahwa ia sudah bisa menggunakan toilet seperti anak besar.

Namun, jika anak Anda sudah dilatih menggunakan toilet dan masih sering mengalami masalah, atau jika sudah berhasil toilet training tetapi dalam satu kondisi anak-anak kembali mengompol atau mengalami kemunduran, hal ini perlu dikonsultasikan dengan dokter anak.

“Sebaiknya jika terjadi regresi atau anak sudah berusia lebih dari 4 tahun belum bisa dilatih toilet training, hal ini tentu pemeriksaan lebih lanjut pada dokter anak untuk melihat apakah ada masalah pada anak tersebut,” ungkap dr. Meitha. 

Itulah beberapa tips mengajarkan toilet training pada anak dan apa saja yang harus diperhatikan MamPap. Proses ini tidak mudah, karena banyak faktor dan kondisi yang bisa memengaruhinya. Dibutuhkan kesabaran, feedback yang positif, dan konsistensi dari orang tua. Semoga bermanfaat dan semangat, MamPap.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

fifty nine + = sixty two