GTM pada Anak Berisiko Sebabkan Stunting, Ini Kata Dokter Gizi

GTM pada anak

GTM pada anak seringkali menjadi masalah para orang tua yang membuat pusing. Apalagi, Gerakan Tutup Mulut yang tidak tertangani dengan baik ini bisa berujung pada risiko stunting. Karena itu, Mama perlu mengetahui cara mengatasinya untuk mencegah risiko stunting pada anak. 

Dalam Instagram Live Parentsquads “Cegah Stunting: Penuhi Nutrisi Walau Anak GTM” yang diadakan beberapa waktu lalu, dr. Noviani, Sp.GK,AIFO-K, dokter gizi klinik Siloam Hospital Yogyakarta menjelaskan tentang cara yang bisa MamPap lakukan ketika menghadapi anak GTM, dan apa saja langkah untuk menghindarkan anak dari risiko stunting. 

Simak ulasannya dalam artikel berikut ya, MamPap. 

GTM pada Anak yang Tidak Ditangani Berisiko Stunting?

Seperti diketahui, stunting sendiri adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan yang dialami anak-anak akibat gizi buruk, infeksi berulang, dan stimulasi psikososial yang tidak memadai. Biasanya, stunting ini terjadi pada awal kehidupan, khususnya dalam 1000 hari pertama kehidupan seorang anak. 

Bacaan Lainnya

Dampak stunting sendiri bisa berbagai macam, mulai dari gangguan kognitif, hilangnya produktivitas, hingga peningkatan risiko penyakit metabolisme yang kronis di kemudian hari. 

Sedangkan, GTM atau Gerakan Tutup Mulut adalah istilah yang digunakan orang awam dalam menghadapi fenomena anak yang tidak mau makan atau tidak nafsu makan. 

GTM pada anak

Antara stunting dan GTM ternyata cukup terkait. Dokter Noviani menjelaskan, apabila anak GTM tidak nafsu makan dan dibiarkan, artinya tidak ditangani dengan baik, tentu rentan mengalami gizi buruk karena gizinya tidak tercukupi. Seiring waktu, gizi buruk yang kronis dalam jangka panjang bisa berproses mengakibatkan stunting. Karena itu, hal ini tidak boleh disepelekan.  

“Gizi buruk yang diukur awalnya itu berat badannya yang susah naik atau tidak sesuai dengan usianya. Itu kalau dibiarkan lama terus akhirnya tinggi badannya bisa kena. Supaya itu (stunting) tidak terjadi karena prosesnya lama, jangan disepelekan. Anak yang gizinya kurang itu harus cek berkala, ukur berkala berat badan, tinggi badan, dan lingkar kepala. Karena ini jangka panjang,” jelas dr Novi dalam sesi Instagram Live beberapa waktu lalu. 

Jangan Sepelekan Penyebab GTM pada Anak

Dokter Noviani juga mengingatkan, meski kerap terjadi pada anak, MamPap tidak membiarkan dan menyepelekan anak yang GTM, mengingat ada dampak dan risiko yang mengintai. 

Menurutnya dalam dunia medis, GTM pada anak punya banyak faktor (multi faktor) yang perlu diperhatikan, di antaranya:  

  • Kondisi kesehatan atau gangguan kesehatan yang sedang mengganggu si kecil. Terkadang, ada beberapa kondisi kesehatan anak yang tak terdeteksi. Misalnya saja dari saluran pernapasan, adanya infeksi di paru, diare, ISK, atau kemungkinan alergi. 

“Jadi, banyak yang bisa menyebabkan anak itu sering sakit. Ya, jadi seperti orang dewasa saja, kalau anak sakit otomatis nafsu makannya juga berkurang. Dia nggak akan merasakan lapar, makan apa pun nggak enak,” jelas dr. Novi. 

  • Kemungkinan gangguan penyerapan makanan. Ia juga mengingatkan, penyerapan makanan yang mengalami gangguan juga perlu diwaspadai. Jika asupan makanan anak sudah baik, tapi penyerapannya tidak bisa maksimal, tentu pemenuhan gizinya juga akan terganggu. 
  • Masalah mengunyah atau masalah tekstur makanan. Jika anak mengalami masalah mengunyah atau memiliki masalah pada tekstur atau bau pada makanannya, si kecil tentu akan kesulitan makan, hingga tidak nafsu makan. Hal ini membutuhkan bantuan fisioterapi untuk mengevaluasi dan mengatasinya. 
  • Masalah psikis. Terkadang sebagai orangtua, Mama mungkin akan lebih emosional ketika menghadapi anak yang sedang GTM. Beberapa ibu mungkin akhirnya bisa sampai meledak-ledak emosinya. Hal ini bisa mengakibatkan anak menjadi trauma setiap makan. Hal ini bisa ditangani dengan konsultasi ke psikologis anak. 

“Jadi penyebabnya tidak bisa dipukul rata. Sangat kompleks. Masing-masing anak itu punya penyebab yang spesifik dan harus ditangani sesuai penyebabnya”. 

Untuk membedakan anak yang tidak mau makan akibat masalah medis dengan anak yang GTM karena hanya pilih-pilih makanan, Mama harus memastikannya dengan melakukan skrining kesehatan ke dokter tumbuh kembang anak. Selain itu, Mama juga bisa menilai sendiri melalui eksplorasi makanan yang Mama siapkan untuk si kecil. Apakah makanan yang Anda siapkan terlalu monoton atau sudah variatif? Jika Mama ragu, konsultasi ke dokter anak, ya. 

Makanan yang Disarankan untuk Anak yang GTM

Saat anak GTM atau didiagnosis dokter mengalami stunting, beberapa hal ini perlu Mama praktikkan untuk si kecil di rumah:

1. Perhatikan Porsi Gizi Anak 

GTM pada anak

Semua anak yang mengalami hal ini tentu semua zat gizinya harus dipenuhi. Mulai dari karbohidrat, lemak, protein, dan vitamin. Hanya saja, perlu diperhatikan proporsinya sesuai usia anak. Jangan sampai kelebihan dan juga kekurangan. 

“Anak-anak di bawah usia 2 tahun juga tidak apa-apa banyak lemak, karena punya kebutuhan kalori yang tinggi. Tapi setelah usia 2 tahun, anak mulai kita kenalkan makanan sehat. Proporsinya lemak mulai diturunkan. Walaupun tinggi lemak, tapi tetap healthy eating. Anak perlu dikenalkan sayur, buah, untuk mengurangi risiko penyakit tidak menular,” jelasnya. 

2. Variasi Menu Makanan

Ia juga mengingatkan pentingnya variasi makanan. Dalam menu makanan anak, semua komponen seperti karbohidrat, protein, lemak, dan lainnya harus dilengkapi dengan cara yang menarik. “Kalau sulit makan, kuncinya variasi makanan. Ibu harus pintar-pintar dan kreatif. Resep-resep ibu bisa lihat di Google sudah banyak yang menarik buat anak,” tambahnya. 

3. Suplemen dan Vitamin 

Selain variasi makanan, suplemen dan vitamin juga bisa diberikan, namun sifatnya hanya membantu di tahap awal untuk menjaga metabolisme si kecil tetap baik dan optimal. Selain itu juga bisa membantu menjaga anak dari penyakit. Sehingga, nafsu makannya pun bisa meningkat dan asupan yang masuk juga bisa lebih baik. 

4. Camilan Tinggi Kalori

Pemberian camilan bisa membantu sebagai tambahan asupan makanan untuk memenuhi nutrisi yang kurang atau belum didapat anak. Untuk menaikkan berat badan, Mama bisa membuatkan camilan yang tinggi kalori, seperti puding buah atau buah yang diolah dengan milkshake.

5. Hati-hati dengan Makanan Manis

Meskipun untuk mengejar berat badan anak, jangan sampai Mama terlena dengan memberi anak banyak makanan manis, ya. Hati-hati dengan makanan manis, karena bisa berpotensi pada penyakit metabolisme di masa depan. 

Stunting Bisa Disembuhkan?

Stunting tidak bisa disembuhkan. Meski demikian, dokter Noviani menegaskan, anak yang stunting tetap bisa mengejar ketinggalannya. Di sini, orang tua tentu sangat berperan. 

“Jadi, memang dilihat dulu penyebabnya. Apakah orang tua mau meng-cut semua itu? Misalnya, dia punya penyakit kronis jadi nafsu makannya ga maksimal, jadi tugas orang tua untuk mau atau tidak membantu mengatasi penyebab awalnya itu hingga benar-benar tuntas. Selama kita tahu benar faktor risikonya apa, kita perbaiki, kita evaluasi, dan masih memungkinkan untuk diperbaiki,” ungkapnya. 

Namun ia menegaskan, perbaikan ini baiknya tentu dilakukan selama anak masih berada di usia golden periode atau 1000 hari pertama. Karena itulah pentingnya mulai rutin memantau grafik pertumbuhan anak sejak awal, sehingga jika ada masalah dan gangguan bisa dideteksi dan diatasi sedini mungkin. 

Ini Perbedaan Anak Bertubuh Pendek dan Stunting

Stunting sendiri bisa ditentukan dari grafik tumbuh kembang anak. Para dokter dan bidan di Indonesia sendiri menggunakan parameternya dengan kurva WHO

“Itu kan banyak titiknya, dari -2 sampai +2. Baik tinggi badan maupun berat. Jadi, selama tidak terlewati itu tidak masalah. Tapi dari pengukuran, kita harus liat. Apakah ada fase dimana anak kurang berapa senti selama berapa waktu, itu harus tahu penyebabnya. Kalau naik, tapi tidak sesuai dengan usianya, itu sudah mulai lampu kuning.

Jadi kalau anak hanya pendek secara genetik, tidak stunting, itu mungkin kurvanya masih normal. Tetapi, biasanya berat badannya naik terus. Tapi kalau stunting, sudah lewat dari grafik secara objektif,” jelas dr. Noviani. 

Cegah Stunting Bisa Dilakukan Sejak dalam Kandungan

GTM pada anak

Bicara soal stunting, dr. Noviani merujuk pada 1000 hari pertama kehidupan seorang anak yang dimulai sejak masa kehamilan sang ibu. “Untuk gizi, malah sebelum ibu diketahui hamil. Kenapa? Karena biasanya, kehamilan baru ketahuan dari trimester pertama. Nah, sedangkan perkembangan organ vital bayi itu terbentuk sejak trimester awal. Kalau semakin terlambat kita tahu tentang kehamilan, memang dikhawatirkan ada perkembangan janin yang terlambat,” jelasnya. 

Ia juga menyarankan, semua calon orang tua untuk mempersiapkan asupan gizi seimbang dan kondisi kesehatannya sejak merencanakan kehamilan. “Jadi, kalau kita di usia seksual yang aktif dan memang merencanakan kehamilan, ya dipersiapkan. Setidaknya, berat badan ibunya ideal. Yang lebih bagus lagi cek darah, cari tahu ada infeksi terselubung atau tidak, Hb-nya normal atau tidak.”

Ajarkan Kebiasaan Makan Sehat Anak Sejak dalam Kandungan

Selain mempersiapkan gizi seimbang sejak sebelum hamil, dr. Noviani juga menyarankan Mama untuk membiasakan pola makan yang baik ke si kecil sejak dalam kandungan. Bagaimana caranya? 

“Ternyata, anak itu sudah belajar makan sejak dalam kandungan. Terutama trimester akhir. Si bayi kan di dalam rahim selalu menelan air ketuban. Apa yang ibunya makan itu masuk ke ketuban. Jadi, dia sudah bisa merasakan (makanan yang dimakan ibu). Selain itu, apa yang dimakan ibunya juga masuk ke ASI. Jadi, bayangkan kebiasaan anak makan sudah terbentuk sejak di dalam kandungan, dan ketika anak mulai MPASI, makanannya berbeda dari yang dimakan si ibu, anak jadi merasa hambar dan tidak selera makan,” jelasnya. 

Jadi bisa diartikan, pencegahan GTM sendiri atau kebiasaan makan itu bisa dimulai sejak bayi masih di dalam kandungan, dengan cara Mama mulai membiasakan makan makanan sehat, sehingga anak yang sedang berkembang di dalam kandungan pun terbiasa merasakan jenis makanan sehat pula, seperti sang ibu. Menurut dr. Noviani, hal itu bisa membantu anak lebih mudah mengendalikan dan mencegah GTM atau pilih-pilih makanan saat anak memasuki usia makan. 

Perhatikan Proporsi dan Variasi Makanan

Proporsi makanan pada anak tetap perlu diperhatikan sesuai usia. Selain itu, variasi makanan dan tampilan makanan yang menarik juga bisa membantu anak jadi lebih nafsu untuk makan. Selain itu, jika anak sudah lebih besar, Mama juga bisa mengajak atau melibatkan anak untuk menyiapkan makanan untuk membangkitkan rasa penasarannya terhadap makanan tersebut. 

Orang Tua Menjadi Contoh Kongkret Bagi Anak

Menjadi role model dan mencontohkan kebiasaan makan yang baik bagi anak bisa membantu, karena orang tua merupakan contoh bagi anak. Jadi, biasakan makan makanan sehat di rumah ya, MamPap. Selain itu, ciptakan suasana rumah yang sehat supaya anak terhindar dari masalah kesehatan. 

Itulah beberapa penjelasan seputar stunting dan pencegahannya melalui penanganan GTM pada anak. Bagi Mama yang masih ingin bertanya lebih lanjut tentang kondisi anak, dan cara menanganinya, Mama bisa menggunakan layanan chat with doctor lewat aplikasi MySiloam.

Melalui layanan konsultasi dengan dokter umum Siloam Hospitals ini Mama bisa bertanya apa saja seputar kesehatan keluarga hanya dengan chat. Caranya pun mudah. Mama download aplikasi MySiloam lalu pilih fitur chat dengan dokter, isi data, dan tulis keluhan, lakukan pembayaran setelah itu Mama bisa langsung melakukan chat dengan dokter. 

Saat ini ada penawaran menarik dari Siloam Hospital. Mama bisa menggunakan layanan ini secara gratis dengan memasukkan kode voucher SEHATEPAT di kolom voucher saat ingin melakukan pembayaran. Silakan mencoba, Ma.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

54 ÷ nine =