Belakangan ini istilah ‘Princess Syndrome’ sedang banyak dibicarakan. Apakah ini bagian dari gangguan kesehatan mental atau bagaimana? Sayangnya, Mama tidak akan menemukan istilah ini dalam buku medis, Tapi ini dia penjelasan mengenai apa itu princess syndrome dilansir dari beberapa sumber terpercaya.
Apa Itu Princess Syndrome?
Istilah ‘Princess Syndrome’ dikenal cukup umum di kalangan wanita di Asia Timur. Menurut dr Nancy Irwin, seorang psikologis klinis, sindrom ini juga dikenal sebagai Cinderella Complex.
Dalam Diagnostic Statistical Manual (DSM) –kitab untuk kondisi kesehatan mental– ini bukan sebuah kondisi dari kelainan mental, melainkan sikap orangtua yang sering memberi label “putri”, “dewi” atau “diva” pada anak perempuannya.
Awalnya mungkin orang tua bermaksud baik dengan memperlakukan putrinya bak seorang putri. Tapi tanpa disadari, ini merampas pelajaran hidup pada anak bahwa setiap orang itu setara. Dan anak jadi merasa dirinya jauh lebih baik dan istimewa (tidak ada kurangnya) dari orang lain.
Karakter “putri” atau “dewi” benar-benar melekat sedemikian rupa pada anak sehingga ia menganggap harga dirinya, haknya, ekspektasinya (yang sering kali tidak realistis) bergantung pada penampilan mereka –penampilan seorang putri. Mereka tumbuh narsisme dan merasa pantas mendapatkan perlakuan “kerajaan” –seperti etiologi pada sebuah dongeng atau novel roman.
Sikap ini tidak sama dengan sikap ‘mencintai diri sendiri’ atau ‘menginginkan kebaikan untuk diri sendiri’, ya, Ma.
Ciri-ciri Anak dengan Princess Syndrome
Melansir Psychology Today, Jennifer L. Hartstein, Psy.D., psikolog anak, remaja, dan keluarga yang tinggal di New York, AS, menjabarkan ciri-ciri anak perempuan yang menderita princess syndrome seperti ini:
- Menjalani kehidupan layaknya dalam sebuah dongeng
- Pikirannya berfokus pada hal-hal yang indah
- Menempatkan dirinya sebagai pusat di alam semesta ini
- Terobsesi akan penampilannya –meski hanya dialah satu-satunya orang di tempat ia berada.
- Merasa dirinya SANGAT pantas mendapatkan segalanya dari semua orang: perhatian, pekerjaan, sepatu, mobil, pujian, dan lainnya –semua orang harus menyerahkan segalanya untukmu, sekarang juga!
Adapun dr. Nancy menggambarkan anak dengan princess syndrome sebagai berikut:
- Senang menjadi pusat perhatian, dan menunjukkan ketidaksukaan bila ada orang lain yang menjadi pusat perhatian.
- Senang dipuji atau disanjung.
- Menunjukkan kebutuhan yang tak henti-hentinya pada benda-benda yang bagus dan mahal.
- Histrionik atau narsistik.
- Memiliki harapan yang tidak masuk akal (unrealistic).
- Memanipulasi orang lain untuk mendapatkan apa yang “pantas mereka dapatkan” tanpa berusaha keras.
- Menganggap bisa mendapatkan apa yang diinginkannya dengan merengek atau kecantikannya.
- Menolak orang lain yang dianggapnya tidak setara dengannya.
- Berusaha menguasai laki-laki: membayar semuanya dan melakukan segalanya untuk dirinya.
- Merasa terlalu baik untuk bekerja.
- Pikirannya dangkal
- Tidak mau berbagi
- Tidak suka berkompromi
- Sering mengabaikan perasaan atau kemampuan orang lain.
- Suka bersaing dengan anak perempuan lain.
- Tidak ada yang cukup baik dan menyenangkan bagi mereka karena mereka sendiri tidak pernah belajar menyenangkan diri sendiri.
- Sering mengeluh, merengek, dan bimbang –karena merasa tidak ada yang cukup baik atau cukup sempurna baginya.
- Mencari-cari kesalahan orang lain dan menindas orang lain secara verbal.
Tanda Anak Mengalami Princess Syndrome
Ini 6 ciri princess syndrome pada anak yang harus diwaspadai:
1. Anak ‘merengek’ pada hal-hal sepele
Entah itu karena makanan, cuaca, tugas sekolah, jepretan foto di Instagram yang tidak sempurna, rambut, panjang alis kiri dan kanan yang tidak seimbang, atau lainnya. Intinya, setiap hal yang dianggapnya sebagai sebuah ‘kekurangan’ itu bisa dengan cepat menciptakan ketidaknyamanan dan memicunya merengek tiada akhir.
2. Benci melakukan tugas apapun
Pekerjaan apa pun dirasakan anak seperti hukuman mati. Satu-satunya aktivitas ‘menuntut’ yang dinikmatinya adalah berbelanja. Saat berbelanja di suatu tempat, anak merasa dirinya orang paling penting di sana. Dia menyenangi aktivitas memanggil SPG/SPB untuk mencarikannya sebuah produk, ada pelayan yang mengangkat barang belanjaannya, atau satpam yang membukakan pintu untuknya.
3. Menunjukkan dirinya ‘berkuasa’
Pernahkah melihat seseorang sibuk meminta pendapat semua orang tentang satu hal, tapi akhirnya hanya pendapatnya sendiri yang digunakan. Ini bukan perkara pendapatnya yang paling benar, tapi lebih karena ia ingin menunjukkan: Akulah bosnya!
4. Menganggap kritik sebagai serangan pribadi
Manusiawi jika ada orang yang tidak suka dikritik. Terlepas suka atau tidak, kritikan yang baik akan membantu Mama membangun diri menjadi pribadi yang lebih baik lagi.
Bagi anak dengan princess syndrome, kritikan sama dengan serangan pribadi. Mereka tidak suka dikritik dan tidak akan menerima kritikan, apapun tujuannya, dengan baik. Hati-hati, mereka akan membalas kritikan Mama dengan sesuatu yang lebih buruk.
5. Haus perhatian
Jika ada orang yang mendapatkan perhatian lebih dari apa yang ia dapatkan, kecemburuannya memuncak. Siap-siap, ia akan berusaha ‘balas dendam’ –baik kepada orang yang memberi atau mendapatkan perhatian.
6. Tidak pernah merasa puas
Jika Mama pernah menonton film Harry Potter, pasti Mama tahu dengan sepupu Harry Potter yang bernama Dudley. Ada scene di mana Dudley berulang tahun. Ketika ia membuka kado ulang tahunnya, ia kesal karena menerima satu hadiah hanya lebih sedikit dari tahun sebelumnya –Dudley adalah versi Prince Syndrome.
Orang di sekitar anak harus melakukan TEPAT sesuai dengan apa yang diharapkannya. Dan lagi, harapannya biasanya meningkat setiap hari.
Langkah-langkah Menangani atau Mencegah Princess Syndrome
Karakter ‘princess syndrome’ ini bisa dicegah dan ditangani, kok, Ma –mungkin butuh waktu yang agak lama bila sudah kejadian. Ini caranya:
- Pujian untuk kerja kerasnya. Puji putri Anda atas kerja kerasnya, bukan hanya bakat atau kecerdasannya, dan bukan pujian berlebihan tentang penampilannya. Memuji anak karena ia cantik itu bagus, tetapi dengan semangat kooperatif bukan kompetitif. Contoh yang salah, “Kamu paling cantik dibandingkan teman-temanmu yang lain!”
- Hindari memberi label seperti “princess”, “diva”, atau “goddes”.
- Bantu anak memproses setiap pesan media yang stereotip tentang kecantikan wanita. Katakan bahwa setiap wanita cantik berapapun usia, tipe tubuh, warna kulit, jenis rambut dan lainnya.
- Ajarkan merumuskan hal-hal yang dipikir/dirasakannya, seperti alasan ia menyukai selebriti tertentu atau mengapa penampilan menjadi begitu penting baginya.
- Kembangkan gagasan tentang apa artinya menjadi kuat, mandiri, dan percaya diri.
- Ajarkan cara berpakaian atau riasan yang sesuai usianya. Penjelasan Mama tidak akan menggagalkan individualitas dan seleranya dalam bergaya, tapi sekadar meluruskan pandangan anak tentang fungsi dan etika berpakaian/riasan.
- Tidak perlu ikut-ikutan. Terkadang anak-anak menginginkan apa yang dimiliki anak-anak lain (hanya karena temannya punya, ia juga harus punya meski tidak membutuhkannya). Bimbing putri Anda untuk memahami bahwa menjadi diri sendiri itu baik dan menjadi berbeda dengan orang lain itu normal.
- Jadi teman ngobrol anak. Terkadang anak-anak takut berbicara dengan orangtuanya karena respon orangtua yang tidak enak: marah, menghakimi, terlalu cuek, tidak memberi tanggapan atau lainnya. Bantulah ia lebih terbuka kepada Anda dengan mendorongnya mendiskusikan apa yang ada di dalam benaknya. Biasanya anak yang hubungannya harmonis dengan orangtua lebih mau mendengar nasihat orangtuanya.
- Biarkan anak menjadi dirinya sendiri, menemukan suara dan nilai intrinsiknya sendiri. Arahkan agar pilihannya (menjadi diri sendiri) tidak berdampak buruk baginya dan merugikan orang lain.
- Jadilah role model anak. Citra orangtua memengaruhi pola hubungan anak dengan lingkungan sosialnya.
- Ajarkan bersyukur untuk segala hal mulai dari yang terkecil yang dimilikinya anak.
Sebagai orangtua, gunakanlah pengaruh orang tua untuk mengarahkan anak pada hal-hal yang dapat meningkatkan kemampuannya ke arah positif.
Setelah mengetahui apa itu princess syndrome, pastikan Mama dan Papa juga mengetahui ciri-ciri dan cara menghadapinya.