Ketika bayi lahir, tempat tidur sudah pasti akan terasa lebih sempit ya, Mam. Karena, beberapa orang tua mungkin masih memilih tidur satu ranjang dengan bayi yang baru lahir. Seperti yang dilakukan seorang ibu bernama Kimberly, yang masih memilih untuk tidur bersama bayi dan suaminya dalam satu tempat tidur.
Namun, tak disangka berbagi tempat tidur bersama bayi ternyata bisa berdampak buruk bagi hubungan pernikahannya dengan sang suami. Mengapa hal tersebut bisa terjadi?
“Co-Sleeping Berdampak pada Pernikahanku”
Dalam sebuah artikel yang diterbitkan dalam laman Parents, Kimberly menceritakan bahwa awalnya ia dan suami telah mempersiapkan keranjang tidur khusus untuk bayinya. Mereka tidak berniat berbagi tempat tidur bersama bayi mereka untuk memastikan keamanan sang bayi. Namun, setelah bayi perempuan mereka lahir, rencana itu menjadi sia-sia.
Sejak lahir, sang putri yang diberi nama Emma itu mengalami sulit tidur. Ia menyusu setiap jam sepanjang malam selama berbulan-bulan dan bahkan terkadang lebih sering.
Akhirnya, Kimberly mulai mencoba mencari solusi. Ia dan suami mencoba memberi susu botol, susu formula, dan hingga akhirnya, mereka harus melakukan co-sleeping atau orang tua yang berbagi tempat tidur bersama bayinya.
“Malam pertama, saya membiarkan Emma tidur di tempat tidur saya. Ia tidur selama enam jam berturut-turut. Malam berikutnya, ia tidur selama empat jam. Dan kemudian akhirnya, ia mulai tidur sepanjang malam selama ia dipeluk di samping saya. Mungkin co-sleeping belum tentu buruk untuk semua orang,” kata Kimberly.
Tidur Satu Ranjang dengan Bayi Sebabkan Keintiman Berkurang
Seiring berjalannya waktu, Kimberly dan anaknya terus tidur bersama bertiga, beserta suaminya. Namun akibatnya, sang suami jadi kurang mendapat perhatian dan kasih sayang dari Kimberly.
“Meskipun kami berusaha meluangkan waktu satu sama lain, keintiman menjadi langka, dan kencan malam menjadi sangat jarang. Kami berdua merasa tegang saat mencoba menyesuaikan diri menjadi orang tua, dan hubungan fisik kami jadi terbatas. Kami mengalami banyak masa sulit yang membuat kami berdua merasa seolah-olah kami mulai menjauh satu sama lain. Meskipun melewati masa sulit, saya hamil lagi, dan ketika Emma berusia 2 tahun, saya melahirkan adik laki-lakinya, Liam”.
Ketika Liam anak keduanya lahir, Emma sang kakak masih mengalami sulit tidur, dan selama beberapa bulan, mereka berempat berbagi kamar tidur dengan kedua anak mereka.
Meskipun kedua anaknya sudah disiapkan kamar terpisah, hal itu terus gagal. Anak kedua Kimberly mengalami separation anxiety yang parah, atau kecemasan saat ditinggal oleh orang tuanya. Selain itu, Emma sang kakak juga mulai mengalami mimpi buruk. Dan hampir setiap malam, mereka pada akhirnya membawa kedua anak mereka ke tempat tidur bersama.
Hal tersebut membuat hubungan dengan suami mulai renggang. Kimberly dan suami mengaku jadi lebih emosional. Berbagai hal kecil sering menjadi bahan perselisihan. Selain jadi lebih mudah tersinggung satu sama lain, mereka juga cenderung kehilangan gairah dan momen-momen romantis mulai pudar. Mereka juga jarang berduaan.
Setelahnya beberapa bulan, mereka saling introspeksi. Mereka sadar bahwa hal ini harus diubah.
Co-Sleeping, Tidak Selalu Baik dan Tidak Selalu Buruk
Co-sleeping atau berbagi tempat tidur bersama adalah saat bayi tidur di kasur yang sama dengan orang lain, seperti orang tua atau saudara kandung. Biasanya, hal ini dilakukan para orang tua baru yang bayinya baru berusia new born atau bahkan lebih. Di Indonesia, beberapa orang tua bahkan masih tidur berbagi kasur bersama anak hingga usia anak sudah masuk usia sekolah.
Keuntungan Co-Sleeping
Tidur bersama bayi dapat membantu Mama lebih mudah menyusui dan memudahkan orang tua untuk merespons kebutuhan bayi di malam hari. Tidur bersama bayi juga dapat membantu mempererat ikatan orang tua dengan bayi.
Dampak Co-Sleeping
Selain dapat memengaruhi hubungan pernikahan, dalam beberapa kondisi, berbagi tempat tidur bersama bayi dikaitkan dengan peningkatan risiko kematian mendadak pada bayi, termasuk sindrom kematian bayi mendadak (SIDS) dan kecelakaan tidur yang fatal.
Pedoman tidur yang aman dari American Academy of Pediatrics (AAP) terbaru tahun 2022, menyatakan bahwa orang tua tidak disarankan membiarkan bayi mereka tidur di tempat tidur bersama mereka—dengan alasan risiko mati lemas, sindrom kematian bayi mendadak (SIDS), dan kematian terkait tidur lainnya.
Tips Co-Sleeping atau Berbagi Tempat Tidur Bersama Bayi
Jika MamPap berencana untuk tidur bersama bayi, ada beberapa cara untuk mengurangi risiko dan membuat tidur bersama lebih aman dan nyaman.
Mengubah Kebiasaan Tidur Bersama
Seperti kisah Kimberly, co-sleeping memang bisa menyebabkan perselisihan atau hubungan pernikahan yang merenggang.
Dalam kisah Kimberly, ia memberi saran untuk mulai mengubah kebiasaan tidur. Dengan mengikuti rutinitas waktu tidur yang ketat, menidurkan anak mereka hingga tertidur, tetapi tidak berbaring di tempat tidur anak-anak mereka.
Anda dan suami juga bisa menjelaskan bahwa jika anak-anak terbangun di malam hari, mereka dapat memanggil orang tuanya, dan biarkan MamPap yang datang menghampiri untuk memeriksanya.
Untuk menghilangkan kecemasan anak kedua saat berpisah, suami Kimberly lah yang lebih sering menidurkannya tanpa sang ibu. Hal itu memberi mereka waktu untuk menjalin ikatan satu sama lain dan membantunya terbiasa bahwa ia aman bersama orang lain selain ibunya. Selain itu, MamPap tentu juga bisa meminta bantuan dari orang tua (nenek/kakeknya) untuk sesekali menjaga anak Anda semalaman. Meski mungkin ia akan butuh waktu untuk menyesuaikan diri tidur tanpa orang tuanya, tetapi semakin lama akan semakin mudah dilakukan.
Dengan begitu, perlahan-lahan Anda dan suami mungkin akan mendapatkan lebih banyak waktu untuk berduaan.
Hindari Ketika Ada Kondisi Berisiko
Ada hal yang harus diperhatikan MamPap, untuk menghindari risiko kesehatan yang terjadi. Disarankan untuk tidak melakukan co-sleeping jika sedang dalam kondisi berikut:
- Anda atau pasangan merokok, mengonsumsi alkohol atau obat-obatan lain yang menyebabkan tidur lebih lelap atau membuat Anda kurang waspada dan tidak mampu merespons bayi Anda.
- Anda sangat lelah atau sedang tidak sehat.
- Jika bayi lahir prematur atau kecil.
- Bayi tidak sehat.
Dalam kondisi tersebut, penting untuk ditempat yang terpisah dengan bayi, atau tidak satu ranjang.
Perhatikan Posisi Bayi di Tempat Tidur
- Tempatkan bayi dalam posisi telentang.
- Tempatkan bayi di sisi pojok tempat tidur, jauh dari tepi dan di samping salah satu orang tua.
- Hindari menempatkan bayi di tengah antara kedua orang tua atau di samping anak-anak lain atau hewan peliharaan. Hal ini mengurangi kemungkinan orang, hewan peliharaan, atau perlengkapan tempat tidur menutupi kepala dan wajah bayi.
Perhatikan Kondisi Ruang Tidur
- Pastikan kasurnya datar, dan rata.
- Pertimbangkan apakah ruang kasurnya cukup besar. Kasur harus cukup untuk semua orang yang tidur di sana, dengan ruang yang cukup untuk bayi Anda.
- Pertimbangkan untuk meletakkan kasur di lantai jika ada kemungkinan bayi Anda akan jatuh dari tempat tidur.
- Jangan gunakan kasur air atau apa pun yang lembut di bawah bayi Anda – misalnya, alas dari wol domba, selimut atau bantal yang dilipat.
- Pastikan wajah dan kepala bayi Anda terbuka. Lepaskan semua topi, kupluk, atau tudung kepala sebelum tidur.
- Jaga agar tempat tidur bayi Anda tetap bersih. Misalnya, singkirkan barang-barang seperti bantal, seprai, selimut, selimut tebal, mainan.
- Jangan membedong bayi terlalu kuat atau kencang.
- Singkirkan apa pun yang dapat menimbulkan risiko tercekik bagi bayi Anda, termasuk perhiasan, kalung, rantai empeng, dan sebagainya.
Meskipun co-sleeping atau tidur satu ranjang dengan bayi ada manfaatnya, tetap penting untuk diperhatikan dampaknya bagi keluarga ya, MamPap. Semoga informasi ini bermanfaat ya, MamPap.
Partner terpercaya dan teman perjalanan parenting para orang tua agar bisa memberikan keamanan yang anak-anak butuhkan untuk tumbuh dan berkembang, serta mampu mewujudkan impiannya.