Generasi Strawberry, Generasi Rapuh? Begini Caranya Membesarkannya

karakter generasi strawberry, anak sedang sedih, anak murung

Belakangan santer istilah generasi strawberry di kalangan masyarakat. Sederhananya, ini adalah istilah untuk generasi muda yang hidupnya tergantung pada kemajuan teknologi. Apakah ini termasuk si kecil bagaimana sebaiknya Mama membesarkan karakter generasi strawberry ini? Berikut ini penjelasannya, Ma.

Apa itu Generasi Strawberry?

Tak sedikit orang menggunakan istilah ‘generasi strawberry’ untuk artian yang negatif. Yakni, untuk menunjukkan suatu generasi yang cenderung lemah, mudah menyerah, pemalas, anak-anak yang kehilangan nilai-nilai tradisional, dan tidak kuat menahan tekanan hidup.

Singkatnya, seperti inilah ciri dan karakter generasi strawberry bila dirangkum dalam sebuah cuitan di Twitter.

“Gua anak umur 21, nggak nyangka ternyata kuliah itu seburuk itu untuk mental health, semester 1 kemarin gua udah dihujanin materi sama tugas yang bener-bener banyak, akibatnya waktu gua untuk healing sama self reward jadi kurang banget. Yang tadinya gua masih bisa nonton netflix sama chat-chat-an dengan bestie sekarang jadi susah banget. Gua kayaknya belum siap kuliah deh. Gua udah ngomong ke ortu kalau gua mau cuti dulu semester ini.

Bacaan Lainnya

Gua mau fokus healing selama 6 bulan dulu. Tapi ortu gua malah nggak setuju, bahkan gua dibilang manja. Gua bingung mau gimana takutnya kalau paksain ipk malah tambah anjlok. Gua juga susah komunikasikan ini ke ortu karena mereka nggak aware sama mental health kaya gua. Gua mesti gimana….??? (dan diakhiri dengan emot menangis)”.

Cuitan akun @collegemenfess di Twitter ini sempat viral awal tahun 2022 lalu, Ma. Dan ini memancing istilah ‘generasi strawberry’ muncul kembali.

Ya, dulu, setelah tahun 1980an awal, istilah ini sudah ada. Munculnya pertama kali di Taiwan. Istilah ini dipakai untuk menggambarkan generasi yang lahir saat itu yang di masa dewasanya tak mampu menghadapi tekanan sosial.

Alasan nama buah strawberry digunakan pada istilah, karena karakternya mirip dengan gambaran generasi di atas: tampak indah dan eksotis di luar, tetapi mudah rapuh dan hancur sekali injak. 

Ciri dan Karakter Generasi Strawberry

karakter generasi strawberry, anak menangis, karakter anak cengeng

Sehari-harinya, dunia generasi strawberry yang ada saat ini (generasi di bawah ‘anak milenial’ atau ‘generasi Z’, bahkan juga nanti generasi Alpha) sangat lekat dengan teknologi, baik secara individual maupun sosial. Inilah yang membuat mereka seakan-akan tak sanggup hidup tanpa ‘kekuatan’ atau kehadiran teknologi.

Kalau Prof. Rhenald Kasali, PhD. menggambarkannya seperti ini dalam bukunya “Strawberry Generation”:

  • Penuh semangat
  • Memiliki gagasan kreatif dan inovatif
  • Gampang menyerah terutama saat menghadapi tekanan sosial.
  • Mudah sakit hati atau tersinggung –dampak dari mudah menyerah.
  • Terjebak di zona nyaman. Bagai dua sisi mata uang, dengan gadget anak jadi mudah mencari tahu tentang segala hal. Namun di sisi lain, mereka jadi malas untuk berusaha atau bereksperimen.
  • Kebalikannya dari ‘kudet’ (kurang update) atau ‘gaptek’ (gagap teknologi). Pemahaman mereka tentang teknologi sangatlah baik. Mereka tahu apa yang baru dalam teknologi dan mudah beradaptasi dengan setiap pembaruan teknologi.
  • Berani bicara tentang apa yang mereka rasakan
  • Sangat peduli dengan hal-hal yang berkaitan dengan kesetaraan gender dan kesehatan mental.
  • Memiliki ekspektasi yang tidak realistis
  • Cenderung memaksakan kehendak atau egois
  • Sering kali tidak patuh, melakukan sesuatu sesukanya tidak mengikuti aturan

Pemicu Munculnya Generasi Strawberry

Masih menurut Prof. Rhenald, generasi strawberry ini muncul karena dipicu beberapa hal. Di antaranya:

 

1. Self-diagnose tanpa melibatkan ahli

Mama pernah dengar nggak ada anak muda mengatakan dirinya mengidap bipolar? Pernyataan itu diucapkannya hanya berdasarkan pemahaman yang didapatnya dari internet, bukan ahli. Atau ada kalimat, “Duh, butuh healing, nih!” Mungkin maksudnya “refreshing” kali, ya. Karena healing sendiri adalah sebuah proses yang kompleks dalam mengatasi luka psikologis di masa lalu atau yang biasa disebut luka batin.

Self-diagnose atau mendiagnosis kondisi sendiri inilah yang terjadi pada generasi strawberry dan kerap menjadikan mereka overthinking dan overdiagnosis, kata Prof. Rhenald. Mereka mudah cemas saat melihat di media sosial ada orang seusianya yang sudah menikah, punya anak, karier yang bagus, punya mobil, rumah, dan lain sebagainya. Ini kemudian menjadikan mereka membangun standar yang tidak masuk akal pada dirinya sendiri. Dan ketika ini tidak terpenuhi, yang ada mudah stres.

 

2. Cara mendidik orang tua yang keliru

Kebanyakan orang tua dari generasi strawberry hidup di dekade yang terbilang susah. Dalam pengasuhan, ada kecenderungan mereka tidak ingin anaknya merasakan kesusahan yang dulu mereka rasakan dengan memberikan apapun yang anak mau. Oleh karenanya, orang tua berusaha bekerja keras demi anaknya mendapatkan kesejahteraan. Berhasil memang, tapi dampaknya orang tua jadi hanya punya sedikit waktu dan perhatian untuk anaknya.

Karena kurangnya kebersamaan juga orang tua juga tak terbiasa mendisiplinkan anak –tidak ada konsekuensi atas kesalahan yang dilakukan anak.

Kedua hal di atas menjadikan anak tidak menghargai proses dan tidak mau bertanggung jawab pada apa yang sudah dilakukannya, kerap mengkambinghitamkan orang lain atas kesalahan mereka, dan mudah menyerah.

 

3. Pemberian label yang tidak sesuai

Selain itu, banyak orangtua yang menyebut anaknya sebagai ‘princess’, ‘si paling hebat’, atau lainnya. Dalam kenyataannya, tidak. Di luar sana anak harus menghadapi situasi yang jauh lebih sulit dari yang didapatkannya di rumah. Setting unrealistic expectation inilah yang membuat anak lebih mudah kecewa dan tersinggung.

Contoh lainnya, jika sejak kecil orangtua sering mengatakan anaknya moody (perasaan yang mudah berubah-ubah). Bila hal itu terus-menerus dikatakan, maka anak akan percaya bahwa dirinya memang moody-an.

Cara Membesarkan Karakter Generasi Strawberry yang Tangguh

karakter generasi strawberry, karakter kakak beradik, anak bahagia

Mama tentu tidak mau, dong, kalau si kecil menjadi generasi strawberry dengan karakter yang dijabarkan di atas. Sebagai panduan, ini cara membesarkan generasi strawberry yang tangguh:

 

1. Ubah cara berkomunikasi

Ada perbedaan cara berkomunikasi dari tiap generasi. Seperti:

  • Gen X dan baby boomer lebih kaku dan formil.
  • Generasi millennial dan Gen Z lebih kasual, informal, dan santai.
  • Generasi Alpha yang tidak ingin dibatasi.

Masalah generation gap ini harus diputus. Caranya, Mama harus menyesuaikan diri dengan gaya bicara anak –tentunya dengan batasan moral yang sesuai.

 

2. Dampingi anak dalam setiap proses penting kehidupannya

Yang perlu Mama sadari, tekanan hidup anak-anak sekarang lebih berat daripada generasi jauh sebelumnya. Meski kehidupan mereka terasa lebih mudah dengan adanya teknologi, tapi ekspektasi dunia akan dirinya dan juga persaingan di luar sana sangatlah tinggi.

Dampingi anak dalam setiap jenjang hidupnya, berikan kekuatan agar mereka dapat menghadapi setiap kesulitan, dan jadilah teladan bagaimana caranya menghadapi tekanan dengang baik.

 

3. Selektif menerima informasi di internet

Pertama-tama, Mama harus membatasi tayangan di internet pada anak. Utamanya adalah tayangan positif yang berkaitan dengan pendidikan, baik itu dalam bentuk tulisan atau video. Jelaskan pada anak bahwa tidak semua konten di internet penting untuk dinikmati. Juga beritahu mana informasi yang baik dan tidak baik bagi anak, dan apa dampak baik-buruk bagi perkembangan otak anak bila mereka terus terpapar tayangan yang buruk.

Kebiasaan ini akan menjadi modal bagi anak di masa mendatang untuk terus membekali dirinya dengan literasi digital yang baik. Mereka jadi tidak mudah percaya dengan informasi-informasi yang banyak berseliweran di internet, lebih kritis dan memvalidasinya dengan referensi terpercaya.

 

4. Ajarkan bahwa proses itu penting

Pada anak-anak yang beranjak remaja, terangkan bahwa tidak semua yang tergambar/terekam di internet benar adanya atau semudah kelihatannya. Misalnya, si kecil ingin bercita-cita menjadi Youtuber agar bisa sekaya Atta Halilintar. Katakan bahwa Atta melalui banyak proses untuk bisa menjadi dirinya yang sekarang. 

Sebaliknya, tuntun anak untuk jadi dirinya sendiri, berani menuangkan ide-ide kreatifnya, mau bekerja keras dan disiplin, serta menghargai setiap proses pada kesempatan yang datang kepadanya.

 

5. Tegas pada konsekuensi

Anak harus tahu tentang hukum sebab-akibat: tidak mandi maka badan bau, tidak belajar akan bodoh, dan lain sebagainya. Bila anak melakukan kesalahan, biarkan mereka tahu kesalahannya dan merasakan konsekuensinya.

 

6. Terus gali bakat dan minat anak

Tidak bisa dipungkiri, bakat dan minat anak juga bisa berubah seiring perkembangan zaman. Dulu siapa menyangka di masa ini ada profesi seperti content creator, youtuber, atau gamer. Bila ini juga yang menjadi salah satu obsesi buah hati Anda, jangan batasi. Tiap anak itu unik , Ma, jadi biarkan mereka mengeksplorasi minatnya. Siapa tahu bakatnya yang sekarang bisa menjadi pintu terbuka untuk kesuksesannya di masa depan.

Tugas Mama dan Papa  sebagai orangtua adalah sebagai fasilitator, pendamping, dan juga konselor setianya.

Itulah cara membesarkan karakter generasi strawberry yang tangguh, Ma. Semoga artikel ini membantu Mama dalam membesarkan buah hati.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

− six = three