Dalam keseharian banyak beredar beberapa mitos tentang imunisasi. Mulai dari mitos imunisasi bisa menyebabkan autisme hingga mitos vaksin bisa berbahaya untuk anak.
Kesalahpahaman umum tentang imunisasi ini membuat orang tua menjadi khawatir dan ragu untuk membawa anaknya imunisasi. Masalahnya, ketika makin banyak orang tua menolak anaknya divaksin, makin banyak anak yang rentan tertular penyakit. Sementara itu, imunisasi penting untuk menciptakan herd immunity dalam masyarakat.
Untuk meluruskan kesalahpahaman ini, simak mitos dan fakta seputar pemberian imunisasi pada anak.
7 Mitos Imunisasi Anak dan Faktanya
1. Mitos: Vaksin Bisa Sebabkan Kematian
Fakta: Salah satu mitos yang kerap muncul di masyarakat adalah, vaksin kombinasi difteri, tetanus, dan pertusis (batuk rejan) dan vaksin polio dapat menyebabkan sndrom kematian bayi mendadak (Sudden Infant Death Syndrome/ SIDS).
Merespons mitos ini, IDAI secara tegas menyatakan bahwa ini salah. IDAI menjelaskan tidak ada hubungan sebab-akibat antara pemberian vaksin dengan kematian mendadak pada bayi.
Mama dan Papa perlu menggarisbawahi bahwa 4 penyakit difteri, tetanus, dan pertusis (batuk rejan) dan polio termasuk penyakit yang mengancam jiwa. Sehingga anak yang tidak divaksinasi justru berisiko tinggi untuk mengalami cacat berat sampai kematian.
2. Mitos: Vaksin berbahaya
Fakta: Badan Kesehatan Dunia atau WHO secara tegas menerangkan bahwa mitos vaksin berbahaya adalah salah. Faktanya lisensi suatu vaksin memerlukan evaluasi dan pengujian menyeluruh untuk memastikan bahwa vaksin tersebut aman dan efektif. Selain itu, setiap batch vaksin dikontrol secara terpisah dan efek samping yang serius dilaporkan diselidiki secara menyeluruh.
3. Mitos: Vaksin menyebabkan autisme
Fakta: Vaksin dapat menyebabkan autisme juga merupakan mitos dan salah kaprah. WHO menjelaskan tidak ada bukti hubungan antara vaksin campak-gondok-rubella (MMR) atau vaksin lainnya dan gangguan autis atau autisme.
Sebuah studi pada 1998 yang menimbulkan kekhawatiran tentang kemungkinan hubungan antara vaksin MMR dan autisme kemudian ditemukan cacat serius, dan makalah tersebut telah ditarik kembali oleh jurnal yang menerbitkannya.
Penulis makalah ini, Andrew Wakefield, dinyatakan bersalah atas pelanggaran profesional yang serius oleh General Medical Council pada 2010 dan tidak dapat lagi melakukan praktik kedokteran di Inggris.
Fakta lainnya, sebuah penelitian di Denmark dengan 537.303 anak pada 2002 memberikan bukti kuat yang menentang adanya hubungan antara MMR vaksin dan autisme.
4. Mitos Kita Tidak Perlu Imunisasi Lagi, Sudah Aman
Fakta: Mitos lain yang kerap muncul adalah pendapat penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin hampir diberantas di suatu daerah, sehingga membuat orang-orang merasa tidak perlu imunisasi. Ini juga salah. Faktanya:
- Penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin mungkin sudah jarang terjadi di negara Anda, tetapi masih ada di seluruh dunia.
- Cakupan imunisasi belum 100%, sehingga kelompok kurang imunisasi atau tidak imunisasi masih belum terlindungi.
- Dalam beberapa tahun terakhir, wabah campak telah terjadi di berbagai negara WHO.
5. Mitos: Vaksin mengandung merkuri yang berbahaya
Fakta: WHO juga menerangkan bahwa pendapat vaksin mengandung merkuri juga salah. Faktanya:
- Tiomersal adalah senyawa organik yang mengandung etilmerkuri yang ditambahkan ke beberapa vaksin sebagai pengawet.
- Hanya sedikit sekali vaksin yang mengandung Thiomersal.
- Merkuri adalah unsur alami yang ditemukan di udara, air dan tanah.
- Jika digunakan dalam vaksin, jumlah Thiomersal sangat-sangat kecil.
- Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa jumlah thiomersal yang digunakan dalam vaksin menimbulkan risiko kesehatan.
6. Mitos: Penyakit tidak akan menyebar jika kita hanya memastikan kebersihan dan sanitasi yang baik
Fakta: Mitos ini juga kerap muncul di masyarakat. Faktanya, banyak infeksi dapat menyebar terlepas dari seberapa bersih kita. Jika orang tidak divaksinasi, penyakit yang jarang terjadi, seperti polio dan campak, akan cepat menyebar muncul lagi.
7. Mitos: Lebih baik kebal melalui penyakit daripada melalui vaksin
Fakta: WHO menjelaskan, respons kekebalan terhadap vaksin serupa dengan yang dihasilkan oleh infeksi alami.
Faktanya, harga yang harus dibayar untuk kekebalan melalui penyakit atau infeksi alami bisa sangat mahal dan berbahaya. Seperti, keterbelakangan mental, cacat lahir akibat infeksi rubella kongenital, hingga kanker hati karena virus hepatitis B atau bahkan kematian akibat campak.
Demikian sederet mitos imunisasi dan faktanya yang sebaiknya kita pahami. Semoga bermanfaat.