Masih Tinggi di Indonesia, Lakukan 3 Langkah Ini Agar Anak Bebas Stunting

anak bebas stunting
Foto: pinstock/Getty Images Signature

Istilah stunting pasti sudah familiar di telinga ya, Mam? Mirisnya, stunting masih menjadi tantangan kesehatan bagi anak-anak Indonesia di zaman yang tengah berkembang cepat saat ini. Karena itu sebagai orang tua, kita perlu mulai melakukan tindakan pencegahan sebelum terlambat. Sebenarnya, ada 3 langkah sederhana yang bisa dilakukan agar anak bebas stunting. Simak ulasannya di artikel berikut ya, Mam. 

Stunting Masih ‘Menghantui’ Anak Indonesia

Menurut Laporan Survei Kesehatan Indonesia tahun 2023, kasus stunting masih menjadi masalah. Sekitar 21,6% atau sekitar 1 dari 5 anak di Indonesia masih mengalami stunting. Padahal, stunting bisa menjadi salah satu permasalahan yang dapat menghambat tumbuh kembang dan potensi optimal anak-anak sebagai penerus generasi bangsa. 

Dalam pengertiannya, stunting sendiri adalah masalah gangguan pertumbuhan fisik dan perkembangan kognitif yang dialami anak-anak akibat gizi buruk, infeksi berulang, dan stimulasi psikososial yang tidak memadai. Anak-anak stunting akan terhambat pertumbuhannya jika tinggi badannya terhadap usia lebih dari dua standar deviasi di bawah median, menurut Standar Pertumbuhan Anak WHO. Selain itu, bisa mempengaruhi kemampuan mental dan belajar anak di sekolah.

Banyak Kasus Terjadi pada Usia di Bawah 2 Tahun

Stunting biasanya terjadi pada awal kehidupan, khususnya dalam 1000 hari pertama sejak pembuahan hingga usia dua tahun. Gangguan pertumbuhan ini memiliki konsekuensi fungsional yang merugikan pada anak. Beberapa konsekuensi tersebut meliputi kognisi dan pendidikan yang buruk, hilangnya produktivitas, hingga peningkatan risiko penyakit kronis terkait gizi di masa dewasa.

Bacaan Lainnya

Stunting Bukan Sekadar Masalah Tubuh Pendek

Dokter Novitria Dwinanda, SpA(K), Dokter Spesialis Anak dalam acara Press Conference Kampanye Aksi “3 Langkah MAJU (3LM)” di Jakarta mengingatkan bahwa stunting bukan hanya masalah pertumbuhan fisik anak yang pendek, tetapi dampak masalah kognitif yang dialami anak stunting sebagai masalah utama. 

Pertumbuhan linear pada awal masa kanak-kanak di 1000 hari pertama merupakan penanda kuat pertumbuhan yang sehat mengingat hubungannya dengan risiko morbiditas dan mortalitas, penyakit tidak menular di kemudian hari, serta kapasitas belajar dan produktivitas. Hal ini juga terkait erat dengan perkembangan anak dalam beberapa domain termasuk kapasitas kognitif, bahasa, dan sensori-motorik.

“Jadi, 1000 hari pertama itu sangat bermakna. Berat badan, tinggi badan harus diukur dan harus naik untuk mencapai pertumbuhan maksimal sehingga pertumbuhan otak kecerdasannya juga mencapai maksimal,” jelas dr. Novitria. “Jadi, sebenarnya bukan pendeknya yang ditakutkan. Tapi yang ditakutkan adalah bagaimana kecerdasan IQ-nya (anak) nantinya,” lanjutnya.

Faktor Risiko Stunting Tidak Selalu Masalah Ekonomi

Permasalahan stunting tidaklah berdiri sendiri, bukan hanya terkait dengan masalah ekonomi. Baik anak dari keluarga yang mampu maupun tidak mampu secara ekonomi dapat berisiko mengalami stunting. Sebab, lingkungan terdekat anak merupakan faktor yang turut memberi pengaruh besar pada persoalan stunting di Indonesia. 

“Terdapat berbagai faktor risiko yang dapat menyebabkan stunting antara lain, rendahnya pemahaman orangtua tentang stunting sehingga kurang memerhatikan asupan Bunda selama kehamilan dan asupan anak seperti kecukupan ASI dan praktik pemberian makan pendamping (MPASI) yang tidak tepat. Selain itu, rendahnya pemantauan tumbuh kembang anak secara rutin karena kesadaran masyarakat dan terbatasnya akses ke fasilitas kesehatan. Masih banyak orang tua di Indonesia sulit menerima kenyataan atau malu jika anaknya terdiagnosa stunting dan cenderung menyangkal diagnosis dan menolak untuk dirujuk ke Rumah Sakit agar mendapat penanganan komprehensif,” ungkap dr. Novitria. 

3 Langkah Maju Anak Bebas Stunting

anak bebas stunting, cegah stunting

Karena itu, penangan anak dengan risiko stunting adalah dengan intervensi keluarga dan lingkungan terdekat anak, serta dibarengi dengan peningkatan pemahaman tentang pemantauan pertumbuhan, pemberian nutrisi tepat, dan pemahan diagnosis stunting sendiri. Hal ini merupakan salah satu upaya penurunan angka stunting di Indonesia. 

Karena itu, bertepatan dengan peringatan Hari Gizi Nasional 2025, Sarihusada berkolaborasi dengan Alodokter meluncurkan kampanye Aksi “3 Langkah MAJU (3LM)” yang bertujuan untuk mendukung pencegahan stunting sejak dini di Indonesia dengan melakukan edukasi dan screening atau skrining stunting yang ditargetkan bisa menjangkau setidaknya 1 juta anak. Kampanye Aksi “3 Langkah MAJU (3LM)” ini juga merupakan bagian dari keberlanjutan program Gerakan Generasi Maju Bebas Stunting (GMBS) yang telah diinisiasi sejak 2023.

Aksi 3 Langkah Maju ini dilakukan dengan Mengukur tinggi dan berat badan anak secara teratur, Ajak anak konsultasi ke dokter dan Upayakan beri nutrisi teruji klinis. 

“Kami berharap, melalui aksi skrining dengan menargetkan 1 juta anak ini bisa mendukung pemerintah dalam upaya mengatasi permasalahan stunting sedini mungkin, dan memberikan intervensi yang tepat dalam mencegah dampak jangka panjang yang lebih serius kedepannya. Karena kami yakin, dengan intervensi yang tepat anak-anak Indonesia bisa tumbuh sehat dan berkembang secara optimal,” kata Angelia Susanto, Healthcare Nutrition Marketing & Strategy Director, Danone SN Indonesia, dalam acara yang sama. 

Selain itu, diluncurkan pula sebuah inovasi screening offline yang mendukung program ini, yaitu GMBS Mobi, sebuah unit mobil keliling yang dilengkapi berbagai fasilitas yang mendukung upaya pencegahan stunting. GMBS Mobi rencananya akan menjangkau beberapa daerah, terutama di wilayah dengan angka stunting yang tinggi. 

Dalam unit mobil tersebut, masyarakat bisa mengukur tinggi dan berat badan sang anak, konsultasi dengan nakes, hingga rujukan ke fasilitas kesehatan jika ditemukan deteksi dini stunting. 

Pentingnya Skrining untuk Mencegah Stunting

Skrining dan rujukan sangat penting dalam mewujudkan Generasi Maju Bebas Stunting (GMBS). Sebab, skrining dini menjadi kunci dalam deteksi awal sehingga intervensi cepat dapat dilakukan. 

“Skrining efektif mencakup pengukuran tinggi, berat badan, dan penilaian status gizi untuk memastikan anak tumbuh sesuai standar. Sehingga, deteksi dini memungkinkan penanganan tepat, mengurangi risiko komplikasi, dan memastikan anak mendapatkan perawatan optimal. Sedangkan, rujukan terapi stunting memastikan anak menerima intervensi yang tepat, seperti suplementasi gizi, perubahan pola makan, dan pemantauan intensif. Melalui rujukan yang tepat, anak dapat mengakses sumber daya yang diperlukan untuk memperbaiki status gizi dan mencegah dampak jangka panjang stunting. Oleh karena itu, keterlibatan berbagai pihak dalam proses ini, mulai dari tenaga kesehatan hingga keluarga, akan sangat berkontribusi pada upaya mewujudkan Generasi Maju Bebas Stunting (GMBS),” tambah  dr. Novitria. 

Demikian beberapa langkah yang bisa MamPap lakukan agar anak bebas stunting. Semoga informasi tersebut bermanfaat ya, MamPap, dan Indonesia bebas stunting bisa segera terwujud.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

nine × = sixty three