Pernah tidak MamPap merasa curiga waktu melihat mata si Kecil yang terlalu nempel ke layar saat screen time atau membaca buku tapi dekat sekali? Atau si Kecil sering memicingkan mata saat nonton TV? Bisa jadi itu bukan sekadar kebiasaan, tapi tanda awal gangguan penglihatan pada anak.
Masalah kesehatan mata ternyata bukan cuma urusan orang dewasa, lho. Anak-anak pun bisa mengalaminya—bahkan sejak usia dini. Data global mencatat sekitar 2,8% anak usia 1-14 tahun di dunia mengalami gangguan penglihatan, dan angka ini terus naik dari tahun ke tahun. Gaya hidup modern seperti main gadget berlebihan, kurangnya paparan sinar matahari, serta minimnya aktivitas di luar ruangan jadi salah satu pemicu utamanya.
Di Indonesia sendiri, 1 dari 10 anak usia sekolah mengalami gangguan penglihatan. Bahkan, hasil screening nasional tahun 2023-2024 menunjukkan sekitar 60 ribu anak terdeteksi mengalami gangguan mata. Fakta lain yang tidak kalah mengkhawatirkan adalah data dari hasil Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 yang mendapati 0,6 persen anak Indonesia berusia di atas 1 tahun ternyata mengidap disabilitas penglihatan. Dari persentase tersebut, 11,7 persen bahkan perlu menggunakan alat bantu lihat.
Sayangnya, banyaknya angka kejadian ini masih belum tertangani dengan baik. Padahal, jika tidak dideteksi dan ditangani sejak dini, gangguan ini bisa memengaruhi tumbuh kembang anak secara keseluruhan—mulai dari kemampuan belajar, kepercayaan diri, hingga cara mereka berinteraksi dengan dunia sekitar.
Melihat realita ini, JEC Eye Hospitals and Clinics kembali memperkenalkan Children’s Eye & Strabismus Center (CESC) yang ada di RS Mata JEC, Kedoya. CESC bukan sekadar tempat periksa mata biasa, namun sebuah layanan khusus anak yang menggabungkan kenyamanan, teknologi canggih, dan pendekatan yang ramah anak.
Dalam rangka memperingati Hari Anak Balita Nasional sekaligus pengenalan kembali CESC, Dr. Gusti G Suardana, SpM(K), Ketua Servis Pediatric Ophthalmology and Strabismus JEC Eye Hospitals & Clinics, menyampaikan, “Perawatan kesehatan mata sejak dini merupakan investasi untuk masa depan anak. Gangguan penglihatan yang tidak terdeteksi dan tertangani dengan tepat pada masa balita dapat berdampak jangka panjang. Tidak hanya pada perkembangan penglihatan, tetapi juga pada kemampuan belajar, sosialisasi, dan kualitas hidup anak hingga dewasa.”
Di CESC, semua detail dirancang khusus untuk anak-anak. Terlihat dari warna-warni interior, area play ground serta dan adanya pojok baca di ruang tunggu. Selain ditangani oleh dokter mata yang andal, ada layanan psikolog yang ikut mebantu menangani anak-anak. Sebab, ada beberapa diagnosis yang dapat memengaruhi mental, baik bagi anak atau pun orang tuanya.
Menurut dr. Hasiana Lumban Gaol, SpM, dari tim subspesialis mata anak di JEC, 6–7 tahun pertama dalam hidup anak adalah masa krusial untuk perkembangan sistem visual. Kalau ada gangguan yang tidak tertangani dalam periode ini, dampaknya bisa berlangsung seumur hidup. Di sinilah pentingnya melakukan pemeriksaan mata secara rutin, bahkan sejak bayi.
Di mana pemeriksaan dilakukan dengan alat khusus seperti Autorefraktometer Pediatrik, yang tidak perlu respon verbal anak, artinya pemeriksaan pun bisa dilakukan sejak bayi.
Penanganan yang ditawarkan CESC dilakukan secara menyeluruh dan ramah anak, mulai dari pemeriksaan awal, diagnosis, hingga terapi seperti latihan otot mata, penggunaan kacamata prisma, hingga operasi bila diperlukan untuk kondisi mata juling pada anak.
Ada beberapa teknologi yang sudah digunakan di CESC, yaitu:
- RetCam Screening untuk mendeteksi gangguan retina pada bayi dan deteksi retinopati prematuritas,
- Autorefraktometer Pediatrik untuk memeriksa refraksi tanpa perlu respons verbal anak,
- Synoptophore Test untuk mengukur sudut mata juling secara akurat.
Gangguan Penglihatan pada Anak
1. Retinopati Prematuritas
Faktanya, saat ini Indonesia termasuk negara dengan angka kelahiran prematur tertinggi di dunia—dan bayi prematur punya risiko tinggi terkena retinopati prematuritas (ROP), gangguan pada retina yang bisa menyebabkan kebutaan kalau nggak ditangani. Di sinilah pentingnya pemeriksaan sejak dini, terutama pada bayi dengan berat lahir rendah atau usia kehamilan kurang dari 34 minggu.
2. Kelainan Refraksi
Selain itu, ada juga kelainan refraksi seperti rabun jauh (myopia), rabun dekat (hipermetropia), dan silinder (astigmatisme) yang sekarang makin sering muncul di usia sekolah. Di Indonesia, sekitar 3,6 juta anak mengalami kelainan refraksi, tapi 3 dari 4 di antaranya belum pakai kacamata korektif yang sesuai. Tidak heran kalau anak jadi cepat capek belajar, suka kehilangan fokus, bahkan bisa terlihat kurang percaya diri saat berinteraksi.
3. Mata Malas
Dan jangan lupa, mata malas (ambliopia) juga perlu jadi perhatian. Ini adalah kondisi di mana salah satu mata tidak berkembang optimal karena kelainan refraksi, mata juling, atau lainnya. Kalau tidak ditangani sebelum usia 7 tahun, kondisi ini bisa menetap selamanya.
4. Glaukoma
Salah satu gangguan penglihatan pada anak anak adalah glaukoma, gangguan yang terjadi ketika tekanan intraokular (tekanan di dalam mata) meningkat, yang dapat merusak saraf optik dan menyebabkan gangguan penglihatan. Pada anak-anak, glaukoma lebih jarang dibandingkan pada orang dewasa, namun sangat penting untuk didiagnosis dan ditangani sejak dini. Glaukoma kongenital ini dapat dialami bayi yang dilahirkan dengan kondisi yang menyebabkan gangguan pada saluran pembuangan cairan mata (aqueous humor), yang meningkatkan tekanan mata.
5. Katarak Kongenital
Beberapa anak mungkin mewarisi kecenderungan genetik untuk mengembangkan katarak kongenital. Selain itu terjadinya infeksi ibu selama kehamilan seperti rubella atau toksoplasmosis yang dialami oleh ibu hamil bisa berisiko menyebabkan katarak pada bayi.
Katarak kongenital merupakan kondisi di mana ada kekeruhan atau opasitas pada lensa mata yang sudah ada sejak lahir. Lensa yang normal seharusnya jernih agar cahaya dapat masuk dan difokuskan ke retina. Pada anak dengan katarak kongenital, lensa mata menjadi keruh, yang dapat mengganggu penglihatan.
Di CESC, layanan pengobatan gangguan penglihatan anak sudah lengkap. Dari terapi mata malas, latihan mata untuk strabismus, operasi katarak kongenital dan glaukoma, sampai terapi visual dan rehabilitasi untuk anak-anak dengan gangguan penglihatan berat. Bahkan, JEC juga menyediakan layanan psikologi anak dan keluarga, karena proses ini tentu butuh dukungan emosional yang nggak kalah penting.
Sejak beroperasi pada 2012, CESC JEC sudah menangani lebih dari 24 ribu pasien anak, mayoritas dengan keluhan rabun jauh, mata malas, dan mata juling. Dengan fasilitas yang kini diperbarui, CESC makin siap jadi pusat layanan mata anak paling lengkap dan menyeluruh di Indonesia.
Jadi, kalau kamu belum pernah ajak si kecil periksa mata, sekarang saatnya. Nggak perlu tunggu ada keluhan dulu, karena banyak gangguan penglihatan pada anak tidak menunjukkan gejala jelas di awal. Pemeriksaan rutin sebaiknya dimulai sejak bayi (usia 6-12 bulan), lalu diulang saat usia prasekolah, dan selanjutnya setahun sekali.
Mata sehat bukan cuma soal bisa melihat jelas. Tapi juga soal anak bisa tumbuh, belajar, bermain, dan percaya diri menjalani hari-harinya. Yuk, MamPap sama-sama jaga kesehatan mata anak kita—karena penglihatan yang baik adalah bekal penting untuk masa depan mereka yang lebih cerah.

Hai, salam kenal 🤗, panggil saya Adis. ‘Terlahir’ jadi ibu, menjadi sadar kalau menjadi orang tua merupakan tugas seumur hidup. Meski banyak tantangan, semua tentu bisa dijalani jika ada dukungan dari lingkungan sekitar. #MamaSquads