Baru-baru ini, viral sebuah postingan dari akun di media sosial X yang mengungkap tentang ramainya pasien anak cuci darah di Rumah Sakit dr Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta. “Asli syok di RSCM banyak bocil bocil kirain berobat apaan, ternyata pada cuci darah.” tulis akun tersebut.
Postingan itu pun mendapat banyak respon dari netizen. Tak sedikit netizen yang syok dan menyayangkan kabar tersebut. Selain itu, beberapa netizen juga menduga bahwa fenomena ini dikaitkan dengan kasus cemaran etilen glikol pada obat sirup yang sempat heboh sejak tahun 2022 lalu. Namun, bagaimana fenomena ini bisa terjadi dan apa tanggapan dari dokter anak? Simak ulasannya di artikel berikut ini ya, MamPap.
Heboh Ramai Pasien Anak Cuci Darah di RSCM
Kabar yang viral di media sosial tentang ramainya pasien anak yang cuci darah di RSCM tentu cukup mengkhawatirkan banyak 0rang tua. Menanggapi hal ini, Dr. dr. Eka Laksmi Hidayati, Sp.A(K), dokter spesialis anak konsultan nefrologi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) mengungkap sempat kaget usai mendengar hal ini, berikut ini pemaparannya.
“Jadi kita cukup kaget ya karena ternyata ada berita-berita mengenai ini, kita banyak ditanya mengenai ini. Padahal, sepertinya kita di rumah sakit tidak mengalami lonjakan sebetulnya.
Tapi setelah dilihat memang kalau dilihat angkanya pasien-pasien kita cukup banyak ya. Karena di satu rumah sakit saja kita punya sekitar 60 anak yang harus menjalani dialisis (terapi pengganti ginjal yang bertujuan untuk membuang hasil metabolik atau kelebihan cairan tubuh dan memperbaiki asam basa tubuh) secara rutin,” terangnya dalam sebuah live Instagram @rscm.kencana yang diadakan Kamis (25/07) lalu.
“Lalu yang menjalani hemodialisis saja itu ada 30,” tambahnya.
Selain itu, ketua IDAI dr. Piprim Basarah Yanuarso, Sp.A(K) juga mengungkapkan bahwa tidak ada laporan lonjakan kasus yang signifikan.
“Jadi, pada saat ada orang melihat sekumpulan anak yang melakukan cuci darah di RSCM, itu karena di RSCM memang ada unit hemodialisis yang khusus anak-anak, dan ini menerima rujukan dari mana-mana. Oleh karena itu, kesannya seperti jadi banyak. Padahal, kalau kita lihat laporan dari teman-teman pakar ginjal anak di seluruh Indonesia itu tidak ada laporan kasus yang melonjak cukup signifikan seperti tahun lalu (pada saat ada kasus keracunan etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) pada obat sirup),” jelas dr. Piprim, dalam pernyataan resminya di sebuah video yang dirilis oleh IDAI.
Kasus-kasus gagal ginjal pada anak yang membutuhkan tindakan cuci darah sebenarnya memang sudah ada sejak dulu, jauh sebelum adanya peningkatan kasus gangguan ginjal akut di tahun 2022. Namun, adanya kasus tersebut turut meningkatkan kesadaran orang tua dan tenaga kesehatan mengenai gangguan ginjal, sehingga banyak anak dengan gagal ginjal terminal atau gangguan ginjal akut berat yang dikenali lebih dini dan mendapatkan terapi lebih cepat, salah satunya dengan cuci darah.
Penyakit Ginjal pada Anak Bisa Disebabkan oleh Gaya Hidup
Gaya hidup dan pola makan anak yang tidak sehat bisa berkontribusi terhadap kasus kerusakan ginjal. Secara tidak langsung, gaya hidup tidak sehat yang dilakukan secara terus menerus bisa terakumulasi menjadi bakal penyakit degenaratif jenis apa pun.
“Satu survei yang dilakukan kelompok pakar di RSCM terhadap 400an anak di usia 12-18 tahun, menemukan satu fenomena yang cukup memprihatinkan. Bahwa sekitar 23% ditemukan protein di dalam urinnya, dan 20% ada darah samar di dalam urinnya. Ini adalah salah satu indikator awal adanya kerusakan ginjal. Yang begini ini kemungkinan besar disebabkan gaya hidup anak kita yang tidak sehat. Seiring dengan kasus obesitas pada anak, pola makannya yang tidak benar, pola geraknya yang jarang olahraga, sering mengonsumsi minuman manis, ketimbang air putih. Tentu ini bisa berkontribusi,” jelas dr. Piprim.
Faktor yang Bisa Menyebabkan Penyakit Ginjal pada Anak
Selain gaya hidup, faktor kelainan bawaan atau kelainan ginjal pada anak sejak lahir juga bisa menjadi penyebab penyakit ginjal pada anak. Dokter Spesialis Anak Subspesialis Nefrologi RS Pondok Indah, dr. Henny Adriani Puspitasari, Sp. A, Subsp. Nefro menjelaskan dalam media interview bersama Parentsquads, ada beberapa faktor risiko penyakit ginjal kronis pada anak, antara lain:
- Anak yang memiliki penyakit ginjal dan saluran kemih bawaan, penyakit jantung bawaan, diabetes, atau pernah mengalami gangguan ginjal akut sebelumnya.
- Anak yang mendapatkan obat-obatan khusus, seperti pernah menjalani tindakan kemoterapi.
- Anak dengan obesitas.
- Riwayat keluarga dengan penyakit ginjal kronis.
- Riwayat berat lahir rendah (<2.500 gram) dan/atau lahir kurang bulan (prematur).
Penyebab penyakit ginjal kronis sendiri yang paling sering adalah penyakit ginjal dan saluran kemih bawaan (congenital anomaly of kidney and urinary tract/CAKUT) dan kelainan atau peradangan pada glomerulus ginjal (glomerulonefritis). Glomerulonefritis ini dapat disebabkan oleh berbagai hal, mulai dari genetik, gangguan imunologi, hingga penyerta dari penyakit lainnya, seperti lupus.
Sedangkan, gangguan ginjal akut dapat terjadi pada anak dengan faktor risiko di atas, ditambah dengan kondisi infeksi berat dan/atau transplantasi organ. Secara umum, gangguan ginjal akut dapat disebabkan oleh:
- Gangguan sirkulasi darah ke ginjal, misalnya pada kondisi kekurangan cairan tubuh (dehidrasi).
- Gangguan akibat penyakit ginjal terkait infeksi, racun, atau kelainan pada pembuluh darah ginjal.
- Sumbatan di saluran kemih, misalnya oleh batu saluran kemih, atau kelainan bawaan.
Tanda Penyakit Ginjal pada Anak yang harus Diwaspadai
Dokter Henny juga menyebutkan, ada beberapa tanda masalah ginjal pada anak yang harus diwaspadai orang tua, antara lain:
- Bengkak pada area mata, kaki, dan pergelangan kaki.
- Perubahan warna air seni, misalnya menjadi merah atau berbusa.
- Perubahan pola berkemih, misalnya menjadi lebih jarang atau lebih sedikit dari biasanya.
- Anak tampak pucat dan sering kelelahan.
- Anak hilang nafsu makan dan sering muntah.
- Anak mengalami infeksi saluran kemih berulang.
- Anak memiliki faktor risiko penyakit ginjal.
- Anak berpostur pendek.
- Adanya tekanan darah tinggi pada hasil pemeriksaan.
Gejala penyakit ginjal akut dan kronis bisa sama seperti kondisi kesehatan lainnya. Jadi, periksakan si kecil ke dokter untuk mendapatkan diagnosis yang tepat.
Apakah Penyakit Ginjal pada Anak Bisa Dicegah?
Menurut dr. Henny, ada 3 kunci untuk mencegah penyakit ginjal pada anak, salah satunya adalah menjaga pola hidup sehat. Beberapa pola hidup sehat yang bisa mulai MamPap terapkan pada si kecil, di antaranya:
- Ajarkan anak minum air putih yang cukup.
- Memastikan si kecil berkemih setiap 3 jam di siang hari.
- Mencegah konstipasi.
- Menjaga berat badan ideal anak.
- Menjaga pola makan serta menghindari konsumsi garam dan gula berlebih sehingga dapat mencegah terjadinya obesitas dan penyakit diabetes yang menjadi faktor risiko penyakit ginjal pada anak.
- Ajak anak rutin beraktivitas fisik. Hal ini juga dapat meningkatkan imunitas anak agar tidak mudah sakit.
- Hindari anak dari asap rokok atau perokok pasif.
Selain membiasakan gaya hidup sehat pada anak, dr. Henny juga mengingatkan para orang tua bahwa penting juga untuk mengenali faktor risiko serta tanda dan gejala awal dari penyakit ginjal.
Sementara kunci ketiga adalah melakukan screening penyakit ginjal dengan melakukan pemeriksaan tekanan darah dan urine, jika diperlukan juga melakukan pemeriksaan darah.
Itulah beberapa penjelasan serta klarifikasi tentang fenomena anak cuci darah. Lakukan tips-tips di atas sebagai pencegahan dan untuk memelihara kesehatan si kecil sejak dini. Semoga informasi ini bermanfaat ya, MamPap!
Partner terpercaya dan teman perjalanan parenting para orang tua agar bisa memberikan keamanan yang anak-anak butuhkan untuk tumbuh dan berkembang, serta mampu mewujudkan impiannya.