Mungkin sebagian MamPap masih asing mendengar tentang sindrom nefrotik pada anak. Namun, penyakit ini ternyata sedang menjadi perhatian serius di kalangan medis, karena dapat memengaruhi fungsi ginjal.
Dalam sebuah seminar media yang diadakan IDAI, Dr Ahmedz Widiasta,Sp.A, Subsp.Nefro(K),M.Kes., anggota Unit Kerja Koordinasi (UKK) Nefrologi IDAI memaparkan lebih jelas tentang sindrom nefrotik pada anak dan bahayanya. Simak penjelasannya di artikel berikut ya, MamPap.
Apa Itu Sindrom Nefrotik pada Anak?
Sindrom nefrotik mengacu pada kebocoran protein pada anak, yaitu kondisi ketika fungsi ginjal tidak bekerja dengan baik, dan ditandai oleh keluarnya protein dalam jumlah besar dalam urin, kadar albumin yang rendah dalam darah, dan pembengkakan pada tubuh yang seringkali terjadi pada anak.
Kebocoran yang berlangsung terus menerus dapat menyebabkan komplikasi serius, seperti infeksi, trombosis, gangguan gizi, bahkan gagal ginjal kronis bila tidak ditangani dengan tepat.
Selain dampak medis, sindrom nefrotik juga berdampak psikososial dan ekonomi terhadap anak dan keluarganya, mengingat perawatan jangka panjang yang dibutuhkan serta potensi kekambuhan yang tinggi.
Meskipun sindrom nefrotik dapat menyerang orang-orang dari segala usia, sindrom ini biasanya pertama kali didiagnosis pada anak-anak berusia antara 1 dan 7 tahun, terutama pada anak laki-laki daripada perempuan. Rata-rata, kurang dari 5 dari 100.000 anak di seluruh dunia mengalami sindrom nefrotik setiap tahun.
“Tapi ada juga yang terjadi pada anak di atas usia 7 tahun atau 8 tahun, itu sangat besar kemungkinannya sindrom nefrotiknya tidak mempan terhadap obat”.
Sindrom ini cenderung lebih umum terjadi pada mereka yang memiliki latar belakang Asia, meskipun belum diketahui alasan jelasnya.
Gejala yang Bisa Dirasakan Anak yang Mengalami Sindrom Nefrotik

Sebagian besar anak dengan sindrom nefrotik mengalami masa-masa ketika gejala mereka terkendali (remisi), diikuti oleh masa-masa ketika gejala kembali kambuh. Pada kebanyakan kasus, kekambuhan menjadi lebih jarang seiring bertambahnya usia dan seringkali berhenti di akhir usia remaja.
Beberapa gejala utama yang terkait dengan sindrom nefrotik, meliputi:
- Pembengkakan – rendahnya kadar protein dalam darah mengurangi aliran air dari jaringan tubuh kembali ke pembuluh darah, yang menyebabkan pembengkakan (edema). Pembengkakan biasanya pertama kali terlihat di sekitar mata, kemudian di sekitar tungkai bawah dan seluruh tubuh.
- Infeksi – antibodi adalah kelompok protein khusus dalam darah yang membantu melawan infeksi. Ketika antibodi ini hilang, anak-anak lebih mungkin terkena infeksi.
- Perubahan urin – terkadang, tingginya kadar protein yang masuk ke dalam urin dapat menyebabkan urin menjadi berbusa. Beberapa anak dengan sindrom nefrotik juga mungkin buang air kecil lebih sedikit dari biasanya selama kekambuhan.
- Gumpalan darah – protein penting yang membantu mencegah penggumpalan darah dapat keluar melalui urine anak-anak dengan sindrom nefrotik. Hal ini dapat meningkatkan risiko penggumpalan darah yang berpotensi serius. Selama kambuh, darah juga menjadi lebih pekat, yang dapat menyebabkan penggumpalan.
Gejala sindrom nefrotik biasanya dapat dikontrol dengan pengobatan steroid. Sebagian besar anak dengan sindrom nefrotik merespons steroid dengan baik dan tidak berisiko mengalami gagal ginjal. Namun, sebagian kecil anak yang memiliki sindrom nefrotik bawaan dan biasanya kondisinya kurang baik, mereka mungkin akhirnya mengalami gagal ginjal dan memerlukan transplantasi ginjal.
Apa Penyebab Sindrom Nefrotik pada Anak?
Dr. Ahmedz Widiasta,Sp.A., mengatakan bahwa pada sebagian besar kasus, penyebab dari kondisi ini tidak diketahui secara pasti atau masih dalam proses penelitian. Namun, beberapa kondisi yang terjadi pada anak dapat merusak glomerulus dan menyebabkan sindrom nefrotik.
Pada anak-anak, penyebab paling umum adalah penyakit perubahan minimal. Penyebab penyakit perubahan minimal tidak diketahui, tetapi dapat berkaitan dengan infeksi, tumor, reaksi alergi, dan penggunaan obat bebas yang berlebihan seperti ibuprofen dan asetaminofen.
Kondisi lain dapat merusak glomerulus, termasuk kondisi ginjal lainnya, masalah sistem kekebalan tubuh, infeksi, atau penyakit seperti kanker dan diabetes. Dalam kasus tertentu, reaksi alergi terhadap makanan atau penggunaan obat-obatan legal dan ilegal tertentu, atau obesitas juga dapat menyebabkan sindrom nefrotik.
Bagaimana Pencegahannya?
Sayangnya, sindrom ini masih belum diketahui bagaimana pencegahannya secara pasti. Namun, MamPap bisa mengantisipasinya dengan melakukan skrining pada anak.
“Sindrom nefrotik idiopatik sulit untuk dicegah. Tapi, bisa kita lakukan penapisan secara dini atau skrining secara dini,” ungkap Dr. Ahmedz.
Ia juga menambahkan, beberapa anak yang terkena sindrom ini bahkan tidak menunjukkan gejala yang cenderung dalam kondisi sehat. Namun, sindrom baru terdiagnosis setelah dilakukannya skrining.
“Kami pernah melakukan suatu studi pada sebuah sekolah menengah atas di Jawa Barat. Dari 1.280 siswa, sebanyak 160 siswa ada protein dalam urin yang positif 2 atau positif 3. Padahal semuanya sehat. Artinya, sekitar 12% dari masyarakat yang ada di sekolah tersebut sebetulnya mengalami sindrom nefrotik. Tapi, tidak ketahuan,” jelasnya. Untuk itu, ia mengimbau untuk melakukan skrining urin rutin 1 tahun 1 kali.
Pencegahan Sekunder
Jika anak sudah mengalami sindrom nefrotik, bagaimana caranya agar tidak terjadi penyulit atau berdampak pada terjadinya penyakit ginjal kronik?
Dr. Ahmedz menjelaskan, biasanya sindrom nefrotik mengalami kekambuhan, meskipun jarang terjadi. Umumnya, kekambuhan yang sering akan dipicu oleh Infeksi Saluran Pernapasan Akut atau ISPA seperti batuk pilek, gigi berlubang, dan juga infeksi pencernaan atau diare. Karena itu, anak yang sudah terkena sindrom nefrotik harus dikendalikan pemicu-pemicunya ini.
Pentingnya Pencegahan Melalui Skrining
Ia juga menegaskan, skrining menjadi salah satu langkah penting dalam mengendalikan kondisi ini.
“Nah, tugas kita adalah melakukan deteksi protein yang lolos dalam urin sedini mungkin. Prevensi atau pencegahan inilah yang menjadi titik berat kita bagaimana kita bisa mengajak pada dokter, orang tua, perawat, negara dalam hal ini pemerintah, agar bisa meng-golkan skrining preventif ini. Kita (BPJS) seharusnya ada klaim khusus untuk skrining. Karena menurut saya, skrining ini akan jauh lebih murah daripada kalau sudah kuratif untuk pengobatan,” jelas Dr Ahmedz.
Itulah penjelasan tentang sindrom nefrotik pada anak. Semoga informasi tersebut bermanfaat ya, MamPap.

Content Writer Parentsquads