Menjadi orang tua dari anak dengan kebutuhan khusus bukanlah perjalanan yang mudah. Setiap hari adalah perjuangan, bukan hanya untuk memastikan anak bisa tumbuh dan belajar, tapi juga untuk menghadapi dunia yang belum sepenuhnya siap menerima perbedaan. Dari mencari sekolah yang inklusif, terapi yang tepat, hingga menghadapi tatapan atau komentar yang tidak selalu ramah, banyak keluarga menjalani hari-harinya dengan keteguhan luar biasa. Tantangan inilah yang akhirnya Special Kids Expo (Spekix) ‘dilahirkan’
Tahun ini Special Kids Expo (Spekix) kembali digelar pada 4–5 Oktober di Jakarta International Convention Center (JICC). Dengan tema “One Community in Harmony”, Spekix menjadi wadah besar bagi orang tua, pendidik, terapis, komunitas, dan pemerintah untuk bersama-sama membangun ekosistem yang lebih ramah bagi anak-anak dengan kebutuhan khusus.
Merayakan Perbedaan, Menyatukan Langkah di Special Kids Expo (Spekix) 2025
Bagi banyak keluarga dengan anak berkebutuhan khusus (ABK), perjalanan sehari-hari bukan hanya soal terapi atau belajar, tapi juga perjuangan menghadapi pandangan masyarakat, keterbatasan akses, dan sistem yang belum sepenuhnya siap.
pecial Kids Expo (Spekix) hadir, sebagai ruang untuk berbagi inspirasi, menumbuhkan harapan, dan menegaskan bahwa setiap anak berhak memiliki tempat di masyarakat. Ajang ini menghadirkan pameran, diskusi, hingga pertunjukan yang melibatkan langsung anak-anak istimewa — menunjukkan bahwa mereka bukan hanya “bisa”, tetapi luar biasa.
Ketua Harian Dekranas, Tri Tito Karnavian, dalam sambutannya menyebut Spekix 2025 sebagai “perayaan keberanian, kreativitas, dan ketangguhan anak-anak istimewa”. Ia menekankan bahwa tema One Community in Harmony mencerminkan cita-cita bersama: menciptakan masyarakat yang menghargai perbedaan, bukan sebagai jarak, tapi sebagai kekuatan.
Tri juga mengajak semua pihak untuk menanamkan tiga semangat penting, mulai dari memastikan sekolah, fasilitas publik, dan lingkungan benar-benar ramah dan mudah diakses untuk semua anak. Kemudian memberikan layanan yang menguatkan, mulai dari deteksi dini, terapi tepat, hingga dukungan teknologi asistif untuk membantu tumbuh kembang anak, hingga membuka kesempatan yang berarti, sehingga setiap anak punya peluang mengembangkan keterampilan, berwirausaha, atau bekerja sesuai potensinya.
“Anak-anak istimewa ini bukan hanya penerima bantuan, tetapi pembawa perubahan. Tugas kita adalah membuka jalan agar mereka bisa berjalan sejajar,” ujar Tri dengan penuh semangat.
Inklusi yang Nyata, Bukan Sekadar Wacana
Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Veronica Tan, juga menegaskan bahwa inklusi tidak cukup berhenti pada kebijakan atau slogan. “Inklusi harus dijahit bersama. Pemerintah, sekolah, komunitas, dan dunia usaha harus saling terhubung,” ujarnya.
Ia mengungkap bahwa meski regulasi seperti kuota 2% tenaga kerja disabilitas sudah ada, tantangan terbesar masih ada di lapangan. Banyak perusahaan ingin mempekerjakan penyandang disabilitas, tetapi kesulitan menemukan calon dengan kompetensi yang sesuai. Di sisi lain, sekolah inklusif sudah berupaya menyiapkan kemampuan anak-anak, namun butuh lebih banyak dukungan dan kesempatan agar mereka bisa benar-benar terserap di dunia kerja.
Veronica juga berharap agar dunia seni dan industri kreatif memberi ruang lebih luas bagi anak-anak autisme untuk berekspresi. “Kalau di event besar seperti Art Jakarta atau Inacraft saja bisa ada ruang 1% bagi karya mereka, itu akan menjadi simbol bahwa Indonesia memang menghargai keberagaman,” tambahnya.
Special Kids Expo 2025, Tempat Belajar untuk Semua Pihak
Spekix 2025 bukan hanya acara pameran, tapi juga wadah edukasi. Banyak orang tua datang dengan anak-anak mereka untuk melihat langsung bagaimana inovasi pendidikan, alat bantu terapi, hingga teknologi terbaru bisa mendukung perkembangan anak-anak dengan kebutuhan khusus.
Ada sesi berbagi pengalaman dari para orang tua yang berhasil menemukan metode terbaik untuk anak mereka, ada pula pelatihan singkat bagi guru dan tenaga pendamping tentang cara menciptakan suasana belajar yang lebih inklusif.
Yang paling menyentuh adalah ketika beberapa anak tampil di atas panggung, memperlihatkan bahwa mereka memiliki bakat dan talenta. Mulai menari, melukis, bahkan bermain musik. Setiap penampilan disambut tepuk tangan meriah.
Spekix bukan sekadar pameran namun sekaloigus pengingat bahwa membangun inklusi adalah perjalanan panjang yang butuh konsistensi dan kerja sama lintas sektor. Pemerintah bisa menyiapkan regulasi, sekolah bisa mendidik dengan hati, dan masyarakat bisa membuka pikiran, tapi perubahan baru terjadi jika semuanya berjalan bersama.
Masih banyak ‘pekerjaan rumah’ yang perlu dilakukan, pemerataan akses di daerah, ketersediaan tenaga ahli, hingga peningkatan pemahaman publik tentang keberagaman anak-anak dengan kebutuhan khusus. Tapi Spekix 2025 menunjukkan bahwa langkah kecil pun bisa menciptakan gelombang besar, asalkan dilakukan bersama.
Anak-anak dengan kebutuhan khusus tentu saja tidak perlu dikasihani, mereka ingin dipercaya. Mereka ingin diberi kesempatan untuk menunjukkan bahwa di balik keterbatasan, ada kekuatan luar biasa yang bisa menginspirasi dunia.
Seperti benang-benang warna-warni yang dijahit menjadi kain yang indah, perbedaan di antara kita justru membuat kehidupan lebih kaya makna. Lewat Spekix 2025, pesan itu terasa begitu jelas: bahwa masa depan tanpa batas hanya bisa terwujud jika kita belajar berjalan beriringan, dalam harmoni, dengan cinta, dan penuh penerimaan.

Hai, salam kenal 🤗, panggil saya Adis. ‘Terlahir’ jadi ibu, menjadi sadar kalau menjadi orang tua merupakan tugas seumur hidup. Meski banyak tantangan, semua tentu bisa dijalani jika ada dukungan dari lingkungan sekitar. #MamaSquads