Sendiri Membesarkan 7 Anak, Ini Kisah Dian Puspa Sari, Srikandi Bluebird

pengemudi taksi Bluebird

Setiap hari, jauh sebelum matahari terbit, Dian Puspa Sari sudah bangun dari tidurnya. Pukul dua dini hari ia mulai bergegas mengolah dagangan sederhana, mulai dari lontong isi, tahu isi, hingga tahu bakso. Ia pun memastikan kebutuhan harian anak-anaknya. Semua dikerjakan sepenuh hati sebelum akhirnya turun ke jalan, menjalani hari-hari sebagai pengemudi taksi Bluebird.

Beberapa tahun lalu, ketika sang suami meninggal dunia, kehidupan Dian berubah drastis. Seluruh tanggung jawab keluarga otomatis jatuh ke pundaknya. “Awalnya tentu saja bingung, harus bagaimana. Apalagi sebelumnya saya hanya ibu rumah tangga. Waktu itu sempat merasa dunia seperti runtuh, apalagi mikirin anak yang masih kecil-kecil,” kenangnya.

Sadar kehidupan harus terus berlanjut, setelah melewati fase berduka, Dian pun memilih bangkit. Ia mencari cara untuk bisa bertahan hidup. Kesempatan itu datang ketika ia mendaftar menjadi pengemudi di Bluebird. Dian, seorang ibu tunggal dengan tujuh anak memilih bertahan dan melawan arus kehidupan di balik kemudi taksi Bluebird. Kini setiap pagi, dengan seragam birunya yang rapi ia Dian pun memulai harinya menjalani profesi pengemudi taksi Bluebird.

Dari Pedagang ke Pengemudi Taksi Bluebird

Perjalanan Dian menjadi pengemudi taksi Bluebird memang belum terlalu lama, baru dimulai tahun 2024 lalu. Profesi yang satu ini memang terbilang melawan arus karena pekerjaan pengemudi lebih banyak didominasi lelaki. Menurut Dian, saat ini Srikadi (sebutan pengemudi perempuan) Bluebird di pool tempatnya bekerja memang masih hitungan jadi, hanya ada 5 orang saja. 

Sebelum jadi pengemudi taksi Bluebird, Dian sempat mencoba bertahan hidup sebagai pedagang, ia menjual makanan, termasuk tahu bakso dan dan membuka studio nail art. “Awalnya aku tuh fokusnya pedagang, tapi sampai di titik kondisinya bener-bener sulit banget. Banyak kantin tutup, dagangan jadi nggak jalan. Sementara kehidupan masih harus berjalan. Mau sewa ruko untuk usaha nail art, uangnya juga nggak ada,” kenang Dian di awal perbincangan dengan Parentsquads.

Hidup sebagai ibu tunggal dengan tujuh anak membuatnya harus terus memutar otak. Sampai suatu hari, matanya tertumbuk pada taksi Bluebird yang melintas. “Dari situ aku kepikiran, kan aku bisa bawa mobil, kenapa ngggak coba jadi sopir taksi aja? Lagi pula dengan pekerjaan ini waktunya juga sangat fleksibel.”

Dukungan Anak-anak yang Membesarkan Hati

pengemudi taksi Bluebird
Dok: Instagram @dianpuspasari7kids

Keputusan untuk menjadi pengemudi taksi Bluebird melewati banyak pertimbangan. Dian bahkan melibatkan anak-anaknya, Aya (15), Karina (14), Keisha (13), Apple (11), Bagus (9), Rizky (7), dan Tania (5). “Jadi, aku tanya dulu ke mereka, ‘Kalau Bunda jadi sopir taksi, kalian malu nggak?’ Nggak disangka mereka jawab, ‘Nggak kok, malah bangga karena itu pekerjaan mulia, bisa nganter orang sampai tujuan dengan selamat,’”

Mendengar jawaban tersebut sontak membuat hati Dian hangat dan membulatkan niat untuk melamar menjadi pengemudi taksi Bluebird. Lebih lagi ketika ia tahu bahwa pendiri Bluebird juga seorang ibu tunggal “Jadi waktu itu aku cari tahu dulu, lihat di YouTube, ternyata pendirinya juga single mom. Jadi rasanya aku punya jejak yang sama. Bedanya cuma anakku lebih banyak,” ujarnya sambil tertawa kecil.

Bagi Dian, memilih Bluebird adalah soal kepercayaan. “Perusahaan ini sudah terbukti aman dan terpercaya. Bluebird itu juga sangat membantu dan melihat pengemudinya secara setara ya. Sebagai pengemudi perempuan tingkat keamanannya juga sangat terjaga. Sudah ada GPS yang bisa melacak lokasi taksi, ada panic button, punya pool resminya, bahkan ada leader yang selalu siap bantu. Jadi kalau ada apa-apa, aku merasa terlindungi,” jelasnya.

Syukurnya, kata Dian, selama menjadi salah satu Srikandi pengemudi taksi Bluebird ia tidak menemukan banyak kendala dan hambatan.  Ia juga menambahkan, dilihat dari sisi penumpang Bluebird juga mayoritas well attitude dan well educated, sehingga dirinya merasa lebih nyaman. “Malah dengan penumpang juga bisa membuka kesempatan untuk membuka peluang sosial networking kan.”

Dian, Wajah Nyata Woman Empowerment

pengemudi taksi Bluebird
Dok: Instagram @dianpuspasari7kids

Tidak ada bekal ijazah dan pengalaman berkerja, Dian menyadari keterbatasannya dalam mencari lapangan pekerjaan di Ibukota Jakarta.  Namun, sesulit apapun ia percaya sang Maha Kuasa tidak akan membiarkan umatnya kesulitan dan kelaparan. “Selama masih dikasih kesempatan untuk hidup, percaya aja pasti akan ada jalan buat cari rezeki yang halal.”

Keputusan Dian menjadi pengemudi memang sempat dipertanyakan, bahkan oleh keluarga terdekat, “Ya, tetap saja banyak yang tanya, kenapa jadi sopir, sih? Nggak ada kerjaan lain? Ada juga penumpang yang komentar, ‘Wah, baru pertama kali naik taksi yang sopirnya ibu-ibu’. Semua dijalanin dan buktikan bahwa saya bisa mengemudi dengan aman dan nyaman. Nggak jarang banyak juga yang muji, senang karena mobilnya wangi dan bersih. Bahkan suka ada yang ngajak nyanyi bareng,” ceritanya dengan wajah berseri.

Bagi Dian, momen-momen seperti itu justru menjadi kesempatan untuk menghapus stereotip lama bahwa pengemudi taksi Bluebird hanya milik laki-laki. Sebagai Srikandi Bluebird, ia membuktikan bahwa perempuan bisa berdiri sejajar, memiliki keahlian, serta mampu memberikan rasa aman dan pelayanan terbaik bagi penumpang.

“Buat saya, menjadi sopir taksi bukan soal gender. Ini soal kerja keras, tanggung jawab, dan dedikasi. Perempuan juga bisa kok, bahkan mungkin lebih telaten dan sabar dalam melayani,” tambahnya.

Selain sebagai periuk utama, menjadi Srikandi Bluebird juga memberikan peluang bagi anak-anaknya untuk mendapatkan program beasiswa yang ditawarkan Bluebird. Putri sulungnya, Aya, berkesempatan mendapatkan beasiswa dan kursus bahasa Mandarin selama satu satu tahun. 

“Alhamdulillah, Aya sempat dapat beasiswa les Mandarin. Jadi sekarang dia sudah ada basic bisa bahasa Mandarin. Mudah-mudahan, nanti juga akan ada kesempatan untuk adik-adiknya.”

Bagi Dian, pendidikan anak-anak tetap menjadi prioritas. Untuk memastikan anak-anaknya mendapatkan pendidikan yang layak dan tepat, Dian memilih homeschooling. “Ya, supaya lebih fleksibel aja, sih. Rasanya sulit juga kalau anak-anak harus sekolah umum. Kalau home schooling, kesempatan waktu kami buat bonding lebih banyak. Aku bisa tetap dampingin mereka, dan anak-anak jadi lebih dekat satu sama lain,” katanya.

Menjadi Ibu Tunggal, Membersamai Tujuh Orang Anak

Membesarkan tujuh orang anak seorang diri, tentu bukan hal yang mudah. Menurutnya, inti dari semua perjuangan sebagai ibu tunggal adalah memberi teladan. “Children see, children do. Jadi aku harus kasih contoh dulu. Kalau aku mau anak-anakku tumbuh pintar, jadi anak kuat, baik, dan punya karakter positif, ya harus contohin dulu. Ibaratnya bisa jadi influencer nyata buat mereka, ” ucapnya.

Berbagai ritual dan kebiasaan positif pun selalu ditanamkan sejak dini. Setiap pagi, Dian bersama anak-anaknya memiliki kebiasaan untuk beribadah bersama dan dilanjutkan dengan ‘morning briefing’, di mana semuanya membahas kegiatan dan tugas masing-masing di rumah. “Mereka udah punya tanggung jawab, ada jadwal, dan kalau nggak dikerjain ada konsekuensinya. Aku ajarin juga supaya mereka saling peduli, jangan cuek sama saudaranya,” ujar Dian.

Sebagai ibu tunggal, Dian juga berpegang pada satu prinsip kemandirian. “Jangan pernah gantungkan cita-cita ke orang lain, entah itu suami, orang tua, atau siapa pun. Kita harus bisa berdiri di kaki sendiri. Hal ini juga yang saya ajarkan ke anak-anak,” tegas Dian.

Menurut Dian, salah satu skill penting yang terus diajarkan pada anak-anaknya adalah menumbuhkan jiwa entrepreneurship. Di mana anak perlu memiliki mindset dan semangat untuk berwirausaha dan terus berinovasi. “Ini nggak cuma soal bisa jualan atau punya otak bisnis, tapi juga bagaimana seseorang menghadapi tantangan, mencari peluang, dan belajar buat cari solusi.” Setidaknya, nilai-nilai ini Dian terus ‘tularkan’ lewat usahanya untuk terus berjualan di sela-sela menjalankan profesinya sebagai pengemudi.

Tidak ada kata menyerah dan mengeluh dalam kamus kehidupan perempuan yang kini menginjak usia 38 tahun ini.  Ia menegaskan, merasa lelah adalah hal wajar, namun ada banyak hal yang perlu disyukuri. Ia percaya dengan dititipkan tujuh orang anak tentu akan lengkap dengan rezekinya. Kuncinya, tetap terus usaha. 

“Selama masih bisa bangun, artinya Tuhan masih kasih kita kesempatan hidup dan usaha. Nggak usah takut nggak bisa makan,” tegasnya. Ia melanjutkan, “Saat pagi, selalu niatkan dalam hati, hari ini aku kerja buat anak-anak. Anak-anak ini titipan Allah. Tugas aku jaga mereka sebaik mungkin sampai mereka akhirnya bisa tumbuh jadi anak-anak mandiri.”

Dian menegaskan bahwa anak-anaknya sebagai pusat hidup. Setiap malam, ia pulang membawa cerita dan semangat baru untuk ketujuh buah hatinya. “Anak-anak saya adalah alasan saya bertahan. Saya ingin mereka melihat bahwa Bundanya tidak pernah menyerah. Saya ingin mereka belajar bahwa hidup mungkin berat, tapi kita harus terus melangkah,” katanya.

Dian bukan sekadar pengemudi taksi Bluebird. Ia adalah cermin ketangguhan perempuan, sosok yang membuktikan bahwa cinta seorang ibu bisa jadi bahan bakar terkuat untuk melewati jalan hidup yang penuh tantangan. Dian berharap agar anak-anaknya bisa tumbuh menjadi individu yang mandiri dan tangguh menjalani hidup. Bahwa hidup memang tidak selalu berjalan mulus namun layak diperjuangkan. 

 

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

twenty seven − twenty four =