Lagi! Anak Pesantren Dibully Hingga Tewas, Bisakah Peristiwa Seperti Ini Dicegah?

Belum lama ini anak pesantren dibully hingga tewas. Kasus pembullyan di lingkungan pendidikan yang kembali terjadi di Kediri ini tentu saja menyisakan duka mendalam 

Bagaimana kronologi kasus penganiayaan ini? Adakah upaya yang bisa  bisa dilakukan oleh orang tua saat mendampingi dan mengawasi anak yang sedang mengenyam pendidikan di asrama atau pondok pesantren (boarding school)? Simak ulasannya di artikel berikut. 

Kronologi Anak Santri di Pesantren Kediri Dibully Hingga Tewas

Bintang Balqis Maulana, seorang anak santri Pondok Pesantren Al Hanifiyyah di Kediri meninggal dunia diduga dibully oleh empat orang temannya sesama santri. Mirisnya, jasad anak berusia 14 tahun itu harus dipulangkan kepada pihak keluarganya dalam kondisi penuh lebam dan luka robek di sekujur tubuhnya, pada Sabtu (24/02) lalu. 

Bacaan Lainnya

Sempat Dikira Jatuh dari Kamar Mandi

Awalnya, pihak pesantren sempat mengabarkan pada keluarga bahwa penyebab korban meninggal karena terjatuh dari kamar mandi. Bintang pun dipulangkan ke kediamannya di Banyuwangi dalam kondisi sudah terbungkus kain kafan. 

Namun, keluarga merasa curiga ketika munculnya ceceran darah di keranda korban. Hal itu membuat pihak keluarga bersikeras meminta agar kain kafan dibuka kembali. 

Betapa terkejutnya pihak keluarga melihat kondisi jenazah Almarhum yang penuh luka lebam dan luka di wajah yang mengeluarkan darah. Selain itu, kakak korban juga mengakui terdapat beberapa luka sundutan rokok di bagian kaki dan luka menganga di bagian dada. Hidungnya pun terlihat patah. 

Sempat Dibawa ke Rumah Sakit

Diketahui, anak santri pesantren yang diduga tewas dibully itu sempat dibawa ke rumah sakit oleh saudara sepupunya yang juga merupakan santri di pesantren tersebut dengan menggunakan sepeda motor. 

Namun, ternyata pihak RS menolak karena korban sudah dalam kondisi meninggal dunia. Sepupu korban pun langsung membawa Bintang kembali ke pondok pesantren. 

Pihak Pesantren Mengaku Tak Tahu tentang Penganiayaan

Pengasuh Pondok Pesantren Hanifiyyah, Fatihunada atau Gus Fatih sempat mengaku tidak mengetahui dugaan penganiayaan yang menyebabkan meninggalnya Bintang. Dirinya malah mendapat laporan Bintang telah meninggal dunia di rumah sakit akibat terpeleset di kamar mandi pada Jumat (23/02) lalu. Kabar itu pun diketahui dari santrinya yang juga sepupu korban, Fatahillah. 

Ia mengaku mendapat laporan Bintang jatuh terpeleset di kamar mandi dan dibawa ke rumah sakit oleh sepupunya. Namun, Gus Fatih tak ada rasa curiga karena merasa percaya dengan pengakuan Fatahillah. 

Mendapat kabar kematian Bintang, ia pun menyiapkan ambulans untuk mengantar jenazah pulang ke kediaman Bintang bersama beberapa santri lain. Gus Fatih pun mengaku juga terkejut melihat kondisi jenazah Bintang.  

Korban Sempat Minta Pulang dan Dijemput 

Pilu tentu amat dirasakan oleh sang Ibu, Suyanti (38). Ia mengungkapkan bahwa sang anak sempat mengirim pesan melalui chat Whatsapp, beberapa hari sebelum dikabarkan meninggal dunia. 

Dalam pesan itu, Bintang minta dijemput pulang dari pesantren. Pesan itu dikirim oleh Bintang mulai Senin (19/02) lalu. Namun, anak bungsunya itu tidak menyebutkan alasannya secara pasti, hanya minta dijemput.

Merespon pesan Bintang, Suyanti pun meminta sang anak untuk bersabar hingga bulan Ramadan nanti. Kendati demikian, sang anak tetap bersikukuh meminta untuk segera dijemput dan meminta tolong. Ia juga menyampaikan rasa takutnya. 

“Cepet sini. Aku takut, Ma. Ma tolong. Sini cepat jemput,” begitu bunyi pesan yang dikirim Bintang ke ibunya. Suyanti juga berpesan kepadanya agar melapor ke kiai pengasuh pesantren apabila terjadi sesuatu. 

Empat Orang Ditetapkan Jadi Tersangka

Setelah mengetahui fakta kematian korban dan melihat kondisi jasad sang anak, pihak keluarga pun melaporkan kasus ini ke kepolisian. Kasus dugaan penganiayaan itu pun tengah dalam penyidikan pihak yang berwajib. 

Terbaru, diketahui polisi telah menetapkan 4 orang tersangka yang merupakan senior korban di pondok pesantren tersebut, yakni MN (18) asal Sidoarjo, MA (18) asal Nganjuk, AF (16) asal Denpasar,dan AK (17) dari Kota Surabaya.

Dari hasil pemeriksaan sementara, diduga anak santri pesantren dibully karena fakor kesalahpahaman. Namun, hal ini masih didalami lebih lanjut oleh kepolisian.

Saat Anak Sekolah Jauh dari Orang Tua, Apa yang Harus MamPap Perhatikan?

Tidak sedikit, orang tua memutuskan untuk menyekolahkan anaknya di boarding school, yaitu sekolah asrama atau pesantren karena alasan tertentu. Pada saat Mama Papa memutuskan anak untuk pesantren atau boarding school tentu menjadi tantangan tersendiri buat dalam menilai kondisi perkembangan anak sehari-harinya. 

Sebagai orang tua, MamPap tentu saja perlu memerhatikan beberapa hal untuk memastikan agar anak siap dan hidup lebih mandiri karena berjauhan dengan orang tua. Untuk mencegah hal yang tidak diinginkan, termasuk berupaya agar anak tidak menjadi korban bully, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Apa saja? 

  • Pastikan Anak Paham Boundaries

Psikolog Agstried Elizabeth Piether dari Rumah Dandelion menyebutkan, anak yang disekolahkan di boarding school atau pesantren harus memahami tentang boundaries, yaitu kemampuan bagaimana batasan menerima sikap orang lain pada mereka dan sebaliknya, bagaimana mereka seharusnya bersikap dengan orang lain. 

“Filter itu harus sudah tertanam dengan sangat baik sehingga mereka tahu bahwa ketika mereka diperlakukan tidak pantas dari red flag terkecil sekalipun mereka menyedari bahwa ini ‘tidak boleh’. Mereka tahu mereka tidak berhak mendapat perlakuan yang demikian,” jelas Agstried. 

  • Jangan Abaikan Cerita Anak

Ketika anak jauh dari orang tua, MamPap tentu hanya bisa mengetahui kondisi yang dialaminya melalui cerita yang mereka bicarakan. Di sini, rasa percaya dan insting Mama dan Papa benar-benar dibutuhkan. 

Ketika anak bercerita sesuatu, mengadu, menyampaikan rasa takut atau rasa ketidak nyamanannya, jangan pernah mengabaikannya. Amati dan cari tahu apa makna di balik ceritanya. Mengapa hal itu ia ceritakan, terlepas dari keinginan MamPap yang mungkin menuntut anak untuk lebih mandiri. 

“Terlepas dari benar atau tidak ceritanya, benarkah separah itu kasusnya, kita tidak boleh meng-invalidasi perasaan takut atau tidak nyaman anak pada apa pun. Dengarkan dulu, lalu kita cari tahu sama-sama apa penyebabnya,” lanjut Agstried. 

Menurutnya, ketika anak terlalu sering diabaikan keluhannya, lama-lama akan membuat mereka enggan menceritakan perasaannya. Hal ini bisa membahayakan, apalagi jika mereka tidak memiliki boundaries bagaimana seharusnya mereka diperlakukan. Pada akhirnya, mereka akan merasa tidak punya pelindung dari orang tuanya. 

  • Tetap Terapkan Pola Pikir Positif

Selain kepekaan dan tetap waspada, penting juga bagi MamPap untuk tetap bersikap positif dan suportif. Hal ini akan membantu mereka merasa lebih nyaman melalui masa transisi dan memberi mereka kepercayaan diri terhadap lingkungan baru. 

  • Jaga Komunikasi dengan Pihak Sekolah

Peristiwa anak pesantren dibully hingga tewas ini tentu diharapkan tidak terjadi lagi. Ketika anak bersekolah di tempat yang jauh dari Mama Papa tentu saja tidak akan mudah. Salah satu cara mencegah kejadian serupa, Mama Papa perlu tetap terhubung dengan anak-anak. 

Selain menjalin komunikasi yang baik, tetap pastikan untuk berkomunikasi dengan pihak sekolah. Tanyakan hal-hal yang membuat Mama Papa ragu dan tak yakin dengan kondisi anak. Komunikasi yang terbuka ini bisa membantu lebih tenang dan membangun kepercayaan dengan pihak sekolah. 

Itulah beberapa hal yang perlu diperhatikan saat anak bersekolah jauh dari orang tua. Semoga kasus anak santri yang tewas dibully di pesantren tersebut tidak terulang dan menjadi pelajaran bagi kita untuk tetap berhati-hati.  

 

 

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

sixty four − = fifty nine