Cerita 3 Ibu yang Ingin Punya Anak Satu Saja, Apa Pertimbangannya?

punya anak satu saja

Kita mungkin tak asing lagi dengan pernyataan banyak anak banyak rezeki. Bagi banyak pasangan, pernyataan ini bisa menjadi keyakinan dan doa untuk keluarga kecil mereka. Tetapi, memilih punya anak satu saja alias anak tunggal bukan berarti bisa mengurangi rezeki tersebut. 

Ada banyak alasan beberapa pasangan memilih punya satu anak saja. Pun keputusan ini pastinya sudah dipertimbangkan oleh masing-masing pasangan berdasarkan kesiapan mental dan finansial. 

Bukan cuma itu, menunda sementara waktu untuk punya momongan juga bukan perkara mudah. Mungkin, orang tua yang memiliki anak tunggal sering mendapat pertanyaan “kapan dong, nambah momongan lagi?” dan pertanyaan serupa lainnya. 

Dari pertanyaan ini, Mama dan Papa mungkin akan mengingat kembali apakah benar-benar sudah siap untuk punya momongan lagi? Apakah keluarga akan mendukung dan bisa menjadi support system? Apakah finansial keluarga sudah stabil untuk nambah anak? Hingga sampailah pada keputusan menunda punya anak lebih dari satu. 

Bacaan Lainnya

Selain kesiapan mental dan finansial, sebenarnya apa sih yang menjadi pertimbangan menunda punya momongan lagi? Berangkat dari sini Parentsquads bertanya pada tiga Mama tentang alasannya memilih punya anak satu saja. Apa pertimbangan mereka?

Alasan Memilih Punya Anak Satu Saja

Yes, mempertimbangkan punya momongan lagi memang bukan perkara mental dan finansial aja, lho. Bila masih memilih untuk sama-sama bekerja, membagi perhatian untuk si kecil dan pekerjaan saja sudah menguras tenaga. Opsi memiliki satu anak tampaknya menjadi pilihan yang ideal bagi orang tua yang bekerja.

Sama seperti pendapat dari Mama Fayrouz Adnin Izdihar (28). Sebagai ibu dari putri kecil bernama Khawla (4), punya anak satu saja memungkinkan dia dan pasangan mengembangkan minat dan karir di usia yang masih produktif.

punya anak satu saja
Mama Fayrouz dan Keluarga

Sejauh ini saya dan suami melihat jika opsi 1 anak masih cukup ‘suitable’ untuk keseharian kami sebagai orang tua yang bekerja. Saya dan suami dapat mengembangkan minat dan karier kami dengan seimbang sambil membesarkan satu anak, sehingga kami dapat mencurahkan perhatian yang terfokus untuk anak kami,” ujar Mama Fayrouz

Lebih fokus mengurus si kecil juga menjadi alasan banyak pasangan memilih punya anak satu saja. Sebab, kemampuan untuk mengurus anak tentu harus bisa seimbang dengan fokusnya pada pekerjaan atau aktivitas lain.

Hal ini pun sama dengan yang dirasakan Mama Nurul Fitria Pradina (30) dan Mama Wedo Yusma Laras (27). Sebagai ibu yang bekerja, perempuan yang disapa Pipit itu menyadari seberapa mampu dia dan sang suami untuk memiliki anak lagi. Begitu juga dengan Mama Wedo yang tidak memiliki ART dan harus mengurus putri kecilnya sendiri.

“Sejauh ini mau fokus ke 1 anak karena sadar dengan kemampuan diri dan pasangan, baik secara mental atau finansial,” kata Mama Pipit. Sedangkan bagi Mama Wedo alasannya, “Karena keterbatasan waktu dan tenaga. Karena kan nggak pake ART ya, jadi nggak tega kalau harus nambah (momongan) lagi.

Plus dan Minus Punya Anak Tunggal

Kelebihan punya  anak satu saja terlihat jelas dari waktu dan tenaga yang mungkin lebih rasional. Apalagi orang tua juga berperan untuk mendidik dan memberi kasih sayang pada si kecil. Rasanya, dua tanggung jawab ini bisa lebih optimal diberikan jika hanya memiliki anak satu.

“Bisa lebih fokus dan membagi peran dalam mendidik, dapat mencurahkan kasih sayang dan perhatian yang terfokus pada 1 anak, sehingga dapat dengan optimal mengisi ‘tangki cinta anak’,” ucap Mama Fayrouz.

Tak hanya yang disebutkan Mama Fayrouz, dengan satu anak orang tua bisa lebih fokus memerhatikan kondisi kesehatan mental, perkembangan si kecil, dan memiliki momen lebih banyak untuk bonding.

punya anak satu saja
Mama Pipit dan Keluarga

“Jadi lebih fokus dengan kesehatan, kondisi mental, perkembangannya tiap waktu, bisa fokus juga untuk menjalin bonding karena tidak terpecah pikirannya,” ungkap Mama Pipit.

Dari point of view sang anak, perhatian dan kasih sayang yang terfokus pada anak akan membuat mereka merasa aman, penuh kasih sayang, dan percaya diri sehingga memudahkannya untuk bersikap mandiri. 

Bagaimana dengan kekurangan memiliki satu anak? Apakah si kecil akan merasa kesepian? 

“Bisa ya, bisa tidak. Di masa depan mungkin beda sama sekarang, yang terpenting sekarang saya dan suami memenuhi kebutuhan kasih sayangnya,” ujar Mama Pipit. 

“Sebagai respons natural anak yang cenderung memberikan perhatian atau kasih sayangnya terhadap anak yang lebih muda, jika anak bertemu dengan adik kecil, kadang sebagai orang tua saya merasa mungkin akan menyenangkan untuk dia jika bisa punya adik untuk teman bermain.” kata Mama Fayrouz.

Ya, kekurangannya si kecil mungkin saja merasa kesepian dengan rutinitas yang biasa dilakukannya sendiri tanpa seorang adik. Secara psikologis pun si kecil mungkin membutuhkan bantuan stimulus dari lingkungan di luar keluarga inti untuk bersosialisasi, terutama dengan teman sebaya karena ia tidak memiliki saudara kandung. 

Tanggapan Suami dan Keluarga Tentang Memiliki Anak Tunggal

Bagi Mama Fayrouz, meski tidak menutup kemungkinan untuk punya momongan lagi, dia dan sang suami masih merasa banyak hal yang harus dipelajari untuk membesarkan anak, sebelum si kecil memiliki adik.

“Sebagai orang tua baru yang masih belajar dalam parenting, kebetulan kami di titipkan anak yang sangat pintar dan super duper aktif, sehingga masih banyak hal yang harus kami pelajari lebih baik lagi untuk membesarkan anak kami. Anak kami  juga masih belum menginginkan adik sebagai teman di kehidupannya, dan kami merasa akan lebih baik keinginan itu datang dari anak, agar kelak si kakak bisa menjadi pemimpin yang cukup untuk adiknya,” jawab Mama Fayrouz.

Seperti yang sudah disebutkan, memutuskan untuk punya momongan lagi harus disadari dengan kemampuan dan kesiapan orang tua. Mama Wedo dan Mama Pipit juga merasakan hal ini.

punya anak satu saja
Mama Wedo dan Keluarga

“Suami aku sih fine aja (dengan satu anak), karena dia juga yang kalau ditanya soal punya anak lagi suka bilang belum siap,” ujar Mama Wedo. Senada dengan Mama Wedo, Mama Pipit juga mengungkapkan, “Setuju (dengan satu anak), karena kita satu visi misi.”

Menyoal tanggapan keluarga, Mama Fayrouz dan Mama Pipit punya pendapat yang sama, kalau masing-masing keluarga tidak mempermasalahkan keputusan mereka punya satu anak saja. 

“Keluarga mendukung apapun keputusan kami karena sadar sepenuhnya jika kelak anak akan jadi tanggung jawab keluarga inti (saya dan suami), bukan keluarga besar, sehingga kami merasa tidak pernah dipaksa untuk memiliki anak kedua,” kata Mama Fayrouz.

“Keluarga inti nggak keberatan, karena tahu alasan saya dan bisa lihat hasilnya,” sahut Mama Pipit.

Sedangkan bagi Mama Wedo, pihak keluarga tidak setuju bila memiliki anak satu saja. 

“Pada nggak setuju pastinya, karena takut nanti anaknya jadi manja dan kesepian di rumah kalau nggak punya adik. Selain itu, banyak ditanyain juga sih sama orang-orang, kadang pegel dengerinnya,” ungkap Mama Wedo. 

Menyikapi hal ini, Mama Wedo tidak ambil pusing dan memilih untuk mengiyakan saja permintaan keluarganya untuk punya momongan lagi. 

“Cuma didengerin aja, di-iyain saja tanpa dibantah. Soalnya kalau dibantah bisa merembet ke mana-mana,” cerita Mama Wedo.

Memutuskan untuk punya anak satu saja memang bukan perkara mudah. Bagi Mama yang mengalami mungkin akan sependapat dengan cerita dari ketiga Mama di atas. 

Pertimbangan yang diungkapkan ketiga Mama di atas cukup menyiratkan bahwa kesiapan mental, finansial, waktu, dan tenaga adalah yang paling utama untuk mengurungkan niat punya momongan lagi. 

Dari sisi psikologis si kecil juga ada plus dan minusnya. Kelebihan menjadi anak tunggal bagi si kecil adalah perhatian dan kasih sayang yang tercurahkan sepenuhnya untuk mereka. Juga orang tua yang fokus memberikan pengasuhan terbaik berpeluang membesarkan anak yang cerdas, mandiri dan percaya diri. 

Sedangkan untuk kekurangannya, si kecil bisa saja merasa kesepian bila orang tuanya harus pergi bekerja. Kebanyakan anak tunggal juga memiliki stigma sebagai anak yang manja, dan sulit beradaptasi dengan lingkungan. 

Plus dan minus ini sebenarnya tidak selalu menjadi patokan orang tua untuk memiliki momongan, namun bisa menjadi acuan sebagai cara mengasuh si kecil dengan seimbang dan cukup kasih sayang.

Bagaimana dengan pendapat Mama dan Papa?

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

+ seventy seven = eighty seven