Siapa di antara Mam Pap, yang was-was saat mengetahui anak remajanya sudah memulai relasi romantis alias pacaran? Saat anak remaja pacaran, tentu akan ada kekhawatiran jika mereka terlalu fokus pada hubungan, membuat nilai sekolah menurun, atau bahkan mengalami patah hati yang dalam.
Perlu dipahami, rasa tertarik pada lawan jenis dan keinginan dekat dengan seseorang adalah bagian wajar dari perkembangan remaja. Hal ini diungkapkan Vera Itabiliana Hadiwidjojo, S.Psi, M.Psi selaku psikolog klinis anak dan remaja.
Fase anak remaja pacaran ini sebenarnya bisa menjadi ruang belajar tentang kasih sayang, belajar berkomunikasi, hingga cara menghargai orang lain. Hal yang perlu dijaga adalah bagaimana anak bisa memandang dan menjalani hubungan itu sendiri. Relasi sehat dan seimbang, atau justru anak menjadi bucin yang bisa membuatnya kehilangan jati diri?
Anak Remaja Pacaran Sampai Bucin, Hati-Hati!
Psikolog yang kerap disapa Mbak Vera ini mengatakan istilah bucin yang merupakan singkatan dari budak cinta ini biasanya dipakai buat menggambarkan anak remaja yang dalam hubungan romantisnya terlalu nurut, bergantung, bahkan rela melakukan apa saja demi pacarnya, “Bahkan, terkadang bisa sampai lupa diri dan lupa untuk melakukan aktivitas lainnya,” tegasnya.
Perilaku bucin saat anak remaja pacaran ini bisa muncul karena dipengaruhi banyak hal. Ada remaja yang mencari pengakuan sosial, merasa lebih keren saat punya pacar. Ada juga yang kurang percaya diri karena jarang mendapat apresiasi di rumah, sehingga mencari validasi dari pasangan.
Hal ini pun ditegaskan Vera Itabiliana, ia memaparkan bahwa alasan mengapa anak remaja pacaran rentan terjebak dalam perilaku bucin dikarenakan masa remaja itu masa pencarian identitas, dimana remaja butuh pengakuan, perhatian, dan rasa ‘dimiliki’.
“Nah, saat punya pacar, semua kebutuhan itu terasa langsung terjawab. Jadinya mudah sekali kebablasan.”
Psikolog jebolan Universitas Indonesia ini juga menekankan, selain faktor pacar, anak remaja yang bucin itu juga berkaitan erat bagaimana mereka memandang pola relasi di rumah. Bagaimana hubungan orang tuanya. “Kalau anak kurang merasa diperhatikan atau kurang percaya diri, kadang ia mencari kompensasi lewat pacarnya.”
Dari sini, bisa diartikan bahwa pola bucin ini bisa terbentuk dari rumah. Di mana anak meniru contoh relasi yang salah. Ketika remaja tumbuh dengan melihat hubungan orang tua yang penuh konflik, tidak saling menghargai, atau justru terlalu mengikat, mereka bisa menganggap pola itu sebagai hal yang normal lalu membawanya ke dalam hubungan mereka sendiri.
Menjadi contoh nyata juga tidak kalah penting. Relasi orang tua yang saling menghargai akan menjadi pelajaran langsung yang membekas di ingatan anak sampai kapan juga.
Meskipun perilaku bucin ini bisa dikatakan wajar karena karena memang fase eksplorasi emosi dan relasi anak remaja, namun orang tua tetap perlu waspada.
Apa Saja Tanda Anak Remaja Pacaran yang Bucin?
Tanda-tanda seorang remaja mulai terjebak dalam bucin sebenarnya cukup mudah dikenali. “Anak sudah remaja dan mulai pacaran, orang tua tentu saja wajib tetap mengawasi dan melihat apakah ada perubahan perilaku dari anak. Perlu waspada kalau bucinnya anak ini sudah membuat kehilangan jati diri, bikin malas ke sekolah atau melakukan aktivitas lainnya, atau sampai atau rela disakiti tapi tetap bertahan.”
Apa saja, dampak negatif yang bisa muncul jika anak remaja pacaran hingga bucin?
“Ada banyak aspek yang akan terganggu, mulai dari kondisi mentalnya, anak bisa mudah cemas, mudah insecure, atau kehilangan kepercayaan diri. Dari aspek sosial, anak bisa menarik diri dari teman-temannya, tidak melakukan hobinya lagi, bahkan menarik diri dari keluarga. Sedangkan secara akademis, prestasi bisa menurun karena waktu dan energinya tersedot ke hubungan saja.”.
Pacaran yang sehat seharusnya memberi ruang bagi remaja untuk tumbuh, bukan justru menekan. Anak perlu belajar bahwa mereka tetap boleh memiliki dunia sendiri. Hobi, cita-cita, dan hubungan dengan keluarga maupun sahabat harus tetap terjaga.
Fase anak remaja pacaran seharusnya menjadi bagian dari pembelajaran relasi di kehidupan, bukan seluruh kehidupan. Anak juga perlu memahami bahwa mengatakan “tidak” pada permintaan pasangan bukan berarti tidak sayang.
Sebaliknya, itu menunjukkan bahwa mereka berani menghargai diri sendiri dan menjaga batasan pribadi. Remaja harus tahu bahwa cinta yang sehat justru membuat mereka lebih bersemangat mengejar mimpi, bukan sebaliknya. Pendidikan dan masa depan tetap harus menjadi prioritas.
Anak Remaja Pacaran, Pentingnya Peran dan Pengawasan Orang Tua
Di sinilah peran orang tua menjadi sangat penting. Anak perlu merasa aman untuk bercerita tanpa takut dihakimi. Dengan begitu, orang tua bisa masuk memberikan arahan tanpa harus memaksa.
“Hindari langsung dilarang keras, tapi coba masuk lewat obrolan santai. Tanyakan bagaimana perasaannya, dengarkan ceritanya. Dari diskusi ini orang tua dapat memberikan perspektif soal batasan sehat dalam hubungan.
Pentingnya Membangun Komunikasi yang Hangat
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan orang tua saat menjalin komunikasi dengan anak remaja, termasuk dalam hal membicakan relasi pacaran.
- Jangan interogasi
- Lebih baik mulai dengan ngobrol ringan lenih dahulu, bisa mulai ditanyakan, “Gimana harinya?”, “Seru nggak pergi bareng pacar?”
- Tunjukkan ketertarikan, bukan penghakiman
“Jika beberapa upaya di atas dilakukan, anak tentu bisa merasa aman dan nyaman bercerita dengan orang tuanya.”
Dan yang paling utama, orang tua perlu memberi ruang. Anak remaja pacaran dan mendapakan larangan keras justru membuat anak semakin penasaran. Akan lebih baik jika mendampingi dan mengarahkan agar mereka belajar menjalani hubungan dengan sehat.
“Sejak awal anak perlu tahu relasi sehat itu seperti apa? Hubungan yang bisa saling menghargai, ada ruang pribadi, komunikasi terbuka. Sedangkan, relasi tidak sehat itu adalah relasi yang penuh kontrol, manipulasi, kekerasan, dan bisa membuat merasa rendah diri. Anak perlu paham kalau pacaran sehat itu artinya, anak bisa tetap jadi dirinya sendiri. Boleh sayang pacar, tapi jangan lupa mimpi dan cita-cita, teman dan keluarga. Pacar itu bukan segalanya.”
Hal penting lain yang perlu diingat orang tua tentu saja terkait dengan pendidikan seks sejak dini yang dilakukan secara betahap. “Jadi bukan sistem kebut semalam, ya. Ajari soal tubuhnya sendiri, batasan pribadi, serta bagaimana mengambil keputusan yang sehat dan bertanggung jawab. Anak remaja sudah bisa diajak untuk membahas konsekuensi dari setiap pilihan tindakannya sendiri. Bisa juga pakai contoh sekitar jika ada, misal ada kenalan yg terpaksa menikah dini, atau contoh lainnya. .
Anak remaja pacaran memang bisa jadi salah satu bagian dari perjalanan yang mereka lalui. Tidak perlu ditakuti, asalkan dijalani dengan seimbang, sebab yang perlu dilatih dan dipahami anak remaja adalah bahwa sebuah relasi tidak boleh membuat seseorang kehilangan dirinya sendiri. Dengan dukungan orang tua, anak bisa belajar bahwa hubungan yang sehat bukan tentang menjadi bucin, melainkan tentang saling mendukung, saling menghargai, dan tetap tumbuh sebagai individu yang utuh.

Hai, salam kenal 🤗, panggil saya Adis. ‘Terlahir’ jadi ibu, menjadi sadar kalau menjadi orang tua merupakan tugas seumur hidup. Meski banyak tantangan, semua tentu bisa dijalani jika ada dukungan dari lingkungan sekitar. #MamaSquads