Anemia defisiensi besi terjadi ketika jumlah sel darah merah tidak mencukupi karena kekurangan zat besi. Kondisi ini tidak hanya dialami oleh orang dewasa, tetapi juga sering terjadi pada anak-anak. Lalu, apakah anemia bisa menurun ke anak? Apa penyebab anemia pada anak dan faktor risikonya?
Simak penjelasan dari Prof. Dr. dr. Harapan Parlindungan Ringoringo, Sp.A, Subsp.H.Onk(K)., Unit Kerja Koordinasi (UKK) Hematologi Onkologi IDAI dalam seminar media IDAI bertajuk “Anemia pada Anak”.
Prevalensi Anemia pada Anak
Dalam penjelasannya, Prof. Dr. dr. Harapan Parlindungan memaparkan bahwa data WHO tahun 2019 menyebutkan anak usia 6-59 bulan sebanyak 39,8% mengalami anemia. Sementara di Indonesia sendiri, pada anak usia di bawah 5 tahun sekitar 38,5% juga mengalami anemia, dan 50% di antaranya adalah ADB atau anemia defisiensi besi.
“Di Banjarbaru, untuk usia 0-12 bulan angkanya bahkan sampai 47,4 persen,” ungkap Prof. Parlin. Ia menambahkan, tahun 2024 dalam penelitian yang sama, pada bayi usia 5 bulan menunjukkan kasus anemia defisiensi besi (ADB) sekitar 40,8%. “Ini artinya, memang kasus ADB prevalensinya tinggi sekali, termasuk di Indonesia”.
Penyebab Anemia pada Anak dan Faktor Risikonya
Anemia adalah kondisi kesehatan umum yang terkadang dapat disertai gejala yang cukup mengkhawatirkan. Merasa lelah atau sesak napas adalah gejala umum yang terkait dengan anemia.
“Gejala klinisnya ya anak rewel tambah sebab, dan tampak sekali tidak lincah bermain. Yang paling jelas telapak tangan berbeda dibanding biasanya. Kukunya juga agak melengkung. Nafsu makan juga kurang,” kata Prof. Parlin.
Penyebab umum anemia defisiensi besi meliputi faktor makanan, kehilangan darah, dan kondisi kesehatan yang mendasarinya.
Prof. Parlin juga mengatakan, seorang bayi atau anak bisa mengalami anemia juga karena beberapa faktor. “Bisa karena berat badan lahir rendah (BBLR), lahir kembar, bisa juga karena selama dia bertumbuh, asupan makanannya kurang sehari-harinya. Atau makanannya cukup, tetapi kebutuhannya yang meningkat. Atau ada suatu gangguan,” jelasnya.
Ketika dokter mendiagnosis anemia defisiensi besi, mereka akan memastikan penyebabnya sehingga mereka dapat menentukan pengobatan terbaik.
Apakah Anemia Bisa Menurun ke Anak?
Umumnya, anemia terkait dengan kekurangan nutrisi. Namun, mungkin MamPap sempat bertanya-tanya apakah anemia bisa menurun ke anak? Prof. Parlin menjelaskan bahwa, ada kemungkinan anemia yang dialami ibu dapat diwariskan ke anak.
“Disertasi saya tahun 2008 membandingkan ada 121 bayi yang lahir dari ibu tanpa anemia, dan ada sekitar 180 bayi yang lahir dari ibu dengan anemia. Saya ikuti (teliti) anaknya selama 6 bulan ke depan. Ternyata, dari ibu yang riwayat anemia, ada juga yang bayinya lahir normal, ada juga yang bayinya lahir anemia. Demikian juga dengan ibu yang melahirkan tanpa anemia. Tapi, cenderung bayi yang lahir dari ibu yang anemia, akan mengalami anemia. Tidak signifikan, tetapi kecenderungannya ada,” jelas Prof. Parlin.
Dalam kebanyakan kasus, anemia yang berhubungan dengan genetika bisa didiagnosis saat lahir atau diidentifikasi pada usia yang lebih muda untuk mengurangi dampaknya.
Jenis Anemia dan Kelainan Darah yang Bisa Menurun ke Anak’

Beberapa jenis anemia dan kelainan darah dapat diwariskan. Umumnya, gejala anemia ini muncul di masa kanak-kanak. Berikut beberapa di antaranya, dikutip dari laman Healthline.
1. Anemia Defisiensi Besi yang Resisten Terhadap Zat Besi
Ada satu kasus anemia defisiensi besi yang disebabkan oleh faktor genetik, yang dikenal sebagai anemia defisiensi besi yang resisten terhadap zat besi. Kondisi ini mengakibatkan kekurangan zat besi dalam tubuh anak.
Untuk jenis anemia ini, mengonsumsi suplemen zat besi atau mengonsumsi makanan kaya zat besi tidak bisa membantu meningkatkan kadar zat besi dalam tubuh anak. Gejalanya, tidak selalu terlihat. Karena itu, MamPap perlu waspada, ya.
2. Anemia Sel Sabit
Sering menyerang orang Afrika-Amerika, anemia sel sabit adalah kelainan darah yang paling sering diwariskan. Anemia sel sabit memengaruhi protein darah penting yang disebut hemoglobin. Akibatnya, sel darah anak berbentuk bulan sabit, bukan bentuk cakram seperti biasanya. Hasil akhir dari perbedaan struktural ini adalah sel darah merah akan lebih mudah menggumpal.
Kondisi ini dapat menyebabkan masalah serius seperti stroke atau masalah mata, dan sel darah hancur jauh lebih cepat daripada sel berbentuk cakram.
3. Talasemia
Mirip dengan penyakit sel sabit, talasemia mengacu pada sekelompok kondisi yang memengaruhi protein hemoglobin dengan cara tertentu. Subtipe talasemia tertentu, seperti alfa dan beta, didiagnosis berdasarkan bagaimana protein hemoglobin berubah. Gangguan ini biasanya didiagnosis pada anak usia dini karena tanda-tanda seperti pertumbuhan yang lambat atau tulang yang rapuh. Beberapa jenis talasemia dapat menimbulkan gejala yang lebih parah atau memerlukan perawatan yang lebih agresif.
4. Sferositosis Herediter
Sferositosis herediter terjadi ketika sel darah merah Anda kehilangan bentuk cakramnya, tetapi alasan hilangnya bentuk tersebut berbeda dengan talasemia dan penyakit sel sabit. Sedangkan sel sabit dan talasemia disebabkan oleh perubahan hemoglobin, sferositosis disebabkan oleh perubahan berbagai protein sel darah merah lainnya seperti spektrin.
5. Defisiensi Glukosa-6-fosfat Dehidrogenase
Juga disingkat sebagai defisiensi G6PD, gangguan ini disebabkan oleh hilangnya enzim yang berperan penting dalam melindungi sel darah merah Anda dari kerusakan. Tanpa enzim ini, sel darah merah menjadi rentan terhadap kerusakan berlebihan.
Dampak Anemia Bagi Anak
Dampak anemia dapat beragam. Anemia dapat memengaruhi prestasi sekolah melalui keterlambatan perkembangan motorik, kemampuan kognitif, gangguan pendengaran dan penglihatan, serta gangguan perilaku.
Dalam jangka panjang, penderita anemia dapat mengalami penurunan produktivitas di masa dewasa, dan penurunan kualitas hidup secara umum.
Terjawab sudah pertanyaan tentang apakah anemia bisa menurun ke anak. Mengingat anemia bisa memberikan dampak jangka panjang bagi si kecil dan rentan dialaminya, pastikan untuk cari tahu pencegahan anemia pada anak dan selalu mewaspadai gejala yang ditunjukkan si kecil. Jika ada gejala yang mengkhawatirkan, segera ke dokter ya, MamPap. Semoga bermanfaat.
Content Writer Parentsquads











and then