Pernah nggak Mama merasa jantung berdebar tanpa sebab? Atau merasa sulit tidur karena pikiran yang tak mau berhenti bekerja atau terus-menerus merasa ‘ada yang salah’ padahal semuanya berjalan baik-baik saja? Bisa jadi itu bukan sekadar stres biasa, tetapi tanda anxiety disorder atau gangguan kecemasan.
Tidak bisa dipungkuri, ya, di tengah padatnya rutinitas yang harus Mama kerjakan, mulai pekerjaan di kantor, urusan rumah, hingga tanggung jawab terhadap keluarga, rasa cemas bahkan stress kerap datang tanpa diundang. Kadang, kita menyebutnya ‘overthinking’, tapi ketika kecemasan itu mulai mengganggu aktivitas, sebenarnya ini bisa dijadikan salah satu ‘alarm’ untuk berhenti sejenak dan mengenali apa yang sebenarnya terjadi.
Hati-Hati Jika Cemas Berlebihan yang Tidak Terkontrol
Rasa cemas dan khawatir adalah bentuk perasaan yang normal. Maka, jika Mama merasakanya tentu saja manusiawi dan dianggap normal. Bahkan, terkadang dengan adanya rasa cemas dan khawatir justru apat membantu untuk lebih fokus dan waspada.
Namun, bila perasaan itu muncul terus-menerus tanpa sebab jelas, bahkan membuat sulit beraktivitas atau berinteraksi, mungkin itu bukan lagi cemas biasa dan normal.
Hal ini ditegaskan dr. Zulvia Oktanida Syarif, Sp.KJ, Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa di RS. Pondok Indah – Pondok Indah, sedikit rasa cemas sebenarnya merupakan bagian dari respon alami tubuh terhadap stres.
“Cemas itu manusiawi. Dalam kadar tertentu, justru membantu kita lebih fokus dan waspada terhadap situasi tertentu. Tapi ketika rasa cemas muncul berlebihan, berlarut-larut, dan sulit dikendalikan hingga mengganggu aktivitas, itu bisa menjadi tanda gangguan kecemasan atau anxiety disorder,” jelas dr. Zulvia.
Gangguan kecemasan ini termasuk salah satu kondisi kesehatan mental yang paling sering terjadi. Sayangnya, hanya sedikit orang yang menyadari dan mendapatkan penanganan yang tepat, terutama para ibu, yang sering kali menomorduakan diri demi keluarga.
Apa Itu Anxiety Disorder?
Anxiety disorder atau gangguan kecemasan adalah kondisi mental di mana seseorang mengalami rasa takut atau khawatir berlebihan secara terus-menerus. Penderitanya sering kali sulit menenangkan diri meski tidak ada ancaman nyata.
“Banyak orang tidak sadar bahwa yang mereka alami sudah termasuk gangguan. Padahal, jika dibiarkan, anxiety disorder bisa berkembang menjadi depresi dan menurunkan kualitas hidup,” tambah dr. Zulvia.
Perlu digarisbawahi bahwa anxiety disorder dan panic attack merupakan dua hal yang berbeda.
Anxiety disorder adalah kondisi kecemasan berlebihan yang berlangsung lama, terkadang bisa berlangsung berhari-hari hingga berminggu-minggu. Sedangkan panic attack adalah episode mendadak yang menimbulkan rasa takut intens. Selain itu, panic attack sering disertai gejala fisik seperti jantung berdebar atau sesak napas.
Singkatnya, anxiety disorder bersifat kronis, sedangkan panic attack bisa datang tiba-tiba dan biasanya lebih singkat. Orang dengan anxiety disorder dapat mengalami beberapa kali panic attack. Namun, panic attack dapat juga dialami oleh orang dengan kondisi lain selain anxiety disorder.
Beberapa Macam Anxiety Disorder
Anxiety Disorder atau Gangguan Kecemasan ini bisa muncul dalam beberapa bentuk, antara lain:
1. Generalized Anxiety Disorder (GAD)
Rasa cemas berlebih terhadap hal-hal sehari-hari, menetap selama berbulan-bulan, dan sulit dikendalikan.
2. Gangguan Panik (Panic Disorder)
Serangan panik mendadak yang disertai gejala fisik seperti jantung berdebar, napas cepat, dan keringat dingin.
3. Agorafobia
Adanya perasaab ketakutan berlebih terhadap tempat ramai atau situasi di mana seseorang merasa sulit melarikan diri.
4. Fobia Spesifik
Ketakutan terhadap objek atau situasi tertentu seperti darah, ketinggian, atau ruang tertutup.
5. Gangguan Kecemasan Sosial (Social Anxiety Disorder)
Rasa takut dinilai atau diawasi orang lain dalam situasi sosial.
Gejala yang Perlu Diwaspadai
Setiap orang bisa menunjukkan gejala yang berbeda, tapi beberapa tanda umum yang perlu diperhatikan meliputi:
- Tubuh sering gemetar, keringat dingin, atau jantung berdebar
- Gangguan tidur, sulit tidur atau sering terbangun
- Sulit berkonsentrasi, mudah lelah, atau gelisah tanpa sebab
- Merasa gugup, takut terjadi sesuatu yang buruk
- Perut terasa tidak nyaman, mual, atau sesak napas
- Sulit mengendalikan rasa khawatir
Kalau gejala ini muncul hampir setiap hari selama berbulan-bulan, sebaiknya segera konsultasikan ke dokter spesialis kedokteran jiwa (psikiater) untuk mendapat evaluasi profesional.
Mengapa Anxiety Disorder Bisa Terjadi?
Penyebab pasti anxiety disorder belum diketahui sepenuhnya. Namun menurut dr. Zulvia, kondisi ini biasanya merupakan kombinasi antara faktor genetik, kimia otak, dan lingkungan.
“Perubahan keseimbangan senyawa di otak bisa terjadi akibat stres berkepanjangan. Bila tidak diatasi, sistem pengatur rasa takut dan emosi menjadi terganggu. Ini bisa berkembang menjadi gangguan kecemasan, terutama pada orang yang punya faktor risiko,” ujar dr. Zulvia.
Beberapa hal yang bisa meningkatkan risiko gangguan kecemasan antara lain:
- Riwayat trauma atau pengalaman negatif
- Kepribadian yang cenderung pemalu atau perfeksionis
- Riwayat gangguan kejiwaan di keluarga
- Penyakit tertentu seperti gangguan irama jantung atau tiroid
- Konsumsi berlebih kafein, alkohol, atau narkoba
Perempuan cenderung lebih berisiko mengalami anxiety disorder. Salah satu alasannya karena perubahan hormon dan tekanan sosial yang membuat perempuan lebih sulit mendapatkan waktu untuk diri sendiri atau akses perawatan yang memadai.
Bagaimana Cara Mengatasinya?
Kabar baiknya, anxiety disorder tidak berisafat permanen dan dapat diobati. Menurut dr. Zulvia, Dengan penanganan yang tepat, seperti terapi perilaku kognitif dan obat-obatan, banyak orang dapat mengelola gejala dan menjalani hidup normal. Oleh karena itu, langkah pertama adalah memeriksakan diri ke psikiater untuk memastikan diagnosis dan menentukan jenis penanganan yang paling tepat.
“Terapi yang umum dilakukan meliputi psikoterapi, seperti Cognitive Behavioral Therapy (CBT), dan bila perlu disertai pengobatan. Dengan terapi yang tepat, sebagian besar penderita dapat kembali beraktivitas dengan normal,” jelasnya.
Selain perawatan medis, dukungan dari orang terdekat sangat penting. Pasangan, keluarga, dan teman berperan besar sebagai support system agar penderita tidak merasa sendirian dalam proses pemulihan.
Selain konsultasi ke tenaga profesional, ada beberapa kebiasaan sederhana yang bisa membantu meredakan kecemasan sehari-hari:
- Jangan lupa untuk membatasi konsumsi berita dan media sosial . Sebab, tanpa disadari pada saat terlalu banyak informasi negatif bisa memicu stres.
- Curhat dengan orang yang dipercaya. Berbagi cerita bisa membantu meringankan beban pikiran.
- Lakukan aktivitas fisik ringan, seperti jalan pagi, yoga, atau stretching.
- Tidur cukup dan rutin, minimal 7 jam setiap malam.
- Kurangi kafein dan alkohol, perbanyak air putih.
- Luangkan waktu untuk diri sendiri seperti menulis jurnal, membaca, atau melakukan hobi kecil bisa membantu menenangkan pikiran.
Rasa cemas memang bagian dari hidup, tapi jangan biarkan ia menguasai hari-hari kita. Mengenali tanda-tandanya sejak dini dan mencari bantuan profesional bukanlah bentuk kegagalan — melainkan langkah berani untuk menjaga kesehatan mental. Karena ibu yang bahagia dan tenang adalah fondasi keluarga yang kuat.
“Jangan malu mencari pertolongan. Gangguan kecemasan bukan tanda kelemahan, tapi sinyal tubuh dan pikiran bahwa kita butuh istirahat dan dukungan. Dengan perawatan yang tepat, penderita bisa pulih dan menjalani hidup normal kembali,” tutup dr. Zulvia.

Hai, salam kenal 🤗, panggil saya Adis. ‘Terlahir’ jadi ibu, menjadi sadar kalau menjadi orang tua merupakan tugas seumur hidup. Meski banyak tantangan, semua tentu bisa dijalani jika ada dukungan dari lingkungan sekitar. #MamaSquads