Deteksi Kesehatan Mental Anak dengan Ajukan 8 Pertanyaan Ini pada Si Kecil

kesehatan mental anak
Foto: Yuganov Konstantin

Sebagai orang tua, kita sering kali fokus pada kesehatan fisik anak, apakah mereka makan cukup, tidur cukup, tumbuh dengan baik. Tapi bagaimana dengan kesehatan mental anak?

Mendeteksi Kesehatan Mental Anak

Faktanya, anak-anak dari segala usia bisa mengalami stres, kecemasan, bahkan depresi. Namun sayangnya, banyak anak tidak tahu bagaimana cara mengungkapkan perasaan mereka, atau justru memilih diam karena merasa tidak akan dimengerti.

Sebagai orang tua, MamPap adalah orang yang paling mengenal anak. Dan cara terbaik untuk membantu mereka adalah dengan mendengarkan dan bertanya. Bukan menghakimi, bukan menasihati terlalu cepat, tapi benar-benar hadir dan membuka ruang aman untuk anak bicara.

Berikut ini adalah 8 pertanyaan penting yang bisa MamPap ajukan, sesuai usia anak, untuk memeriksa kondisi emosional anak.

Read More

Pertanyaan untuk Anak Usia 6–11 Tahun

Anak-anak kecil sedang belajar memahami dan menamai perasaan mereka. Bantulah mereka mengekspresikan apa yang mereka alami.

1. “Ceritakan sesuatu yang kamu lakukan hari ini. Kamu bermain dengan siapa saja saat istirahat sekolah?”

Daripada bertanya “Bagaimana harimu?”, coba pertanyaan ini yang lebih spesifik. Jawabannya bisa mengungkap dinamika sosial anak, apakah mereka punya teman? Apakah sedang dijauhi?

2. “Mama lihat kamu marah atau sedih. Sekarang apa yang kamu rasakan?”

Ajarkan anak mengenali emosi mereka. Marah bisa berarti kecewa, frustasi, atau merasa tidak adil. Bantu mereka mengenali apa yang sedang dirasakan.

3. “Maksud kamu apa saat bilang nggak mau sekolah, atau kenapa kepala kamu mumet?”

Anak-anak sering mengatakan hal-hal yang menunjukkan keresahan, tapi kita perlu menggali lebih dalam. Dengarkan tanpa menyela, lalu bantu mereka mengidentifikasi perasaan: “Kamu merasa cemas, ya?” atau “Kamu kesulitan fokus?”

Pertanyaan untuk Usia 12–18 Tahun

kesehatan mental anak, komunikasi ibu anak
Foto: Studio Roman

Remaja membutuhkan pendekatan yang berbeda. Mereka tidak ingin diperlakukan seperti anak-anak, dan cenderung tertutup kalau merasa dinilai. Tapi dengan pertanyaan yang tepat, Anda bisa membuka percakapan bermakna.

4. “Apa satu hal paling menyenangkan dan satu hal paling berat minggu ini?”

Pertanyaan ini mendorong mereka untuk refleksi. MamPap bisa tahu apa yang mereka hargai, dan apa yang membebani mereka akhir-akhir ini.

5. “Ini kenapa, ya?” (sambil menunjuk bekas luka atau memar)

Tanyakan dengan tenang. Hindari pertanyaan menuduh atau langsung panik. Tapi tetap waspada, terutama jika mereka tampak menutup-nutupi.

6. “Apa yang bikin kamu khawatir belakangan ini?”

Atau, “Kamu kelihatan sedih minggu ini. Ada yang ingin kamu ceritakan?” Validasi perasaan mereka, lalu bantu mereka melihat bahwa tidak semua masalah sebesar yang terlihat.

7. “Siapa yang bisa kamu ajak bicara saat kamu kesulitan?”

Remaja mungkin lebih nyaman bicara dengan orang lain selain orang tua. Itu tidak masalah. Yang penting mereka punya sistem dukungan yang sehat, seperti teman, guru, saudara, atau orang dewasa yang dikenal dan bisa dipercaya.

8. “Kamu tidur dan makan gimana akhir-akhir ini? Ada sering sakit kepala atau perut?”

Perubahan pola tidur, makan, atau munculnya keluhan fisik bisa menjadi tanda masalah emosional seperti kecemasan atau depresi.

Bagaimana Menyikapi Jawaban Anak?

Jika Anak Terbuka dan Ekspresif (Lampu Hijau)

Artinya mereka merasa cukup aman dan mampu memahami perasaan mereka. Tetap jaga komunikasi ini dan beri dukungan saat mereka menghadapi tantangan.

Jika Anak Menunjukkan Tanda-Tanda Perubahan Emosi (Lampu Kuning)

Perhatikan lebih lanjut. Misalnya anak yang biasanya ceria kini sering murung atau berkata “nggak ada yang suka aku.” Ini bisa jadi butuh evaluasi lebih dalam, seperti konsultasi dengan psikolog anak.

Jika Anak Menunjukkan Niat Menyakiti Diri Sendiri (Lampu Merah)

Jangan tunggu. Segera cari bantuan profesional. Ungkapan seperti “Aku ingin mati” atau perilaku seperti menyakiti diri (cutting, memukul diri sendiri) adalah tanda bahaya serius.

Tips agar Anak Mau Bicara

  • Pilih waktu tepat: Saat makan bersama, menjelang tidur, atau saat jalan santai.
  • Hindari interogasi: Dengarkan lebih banyak daripada berbicara. Tanyakan, lalu biarkan mereka menjawab dengan tenang.
  • Tetap tenang: Meski jawaban mereka mengejutkan, jangan panik atau marah. Tunjukkan bahwa MamPap hadir untuk mereka.
  • Berikan ruang: Kalau mereka belum siap bicara, beri tahu Anda ada di sini kapan pun mereka mau.

Kapan Harus Cari Bantuan?

MamPap bisa mencari bantuan profesional, misalnya berkonsultasi dengan psikolog atau psikiater, bila anak:

  • Menunjukkan keinginan menyakiti diri sendiri atau orang lain
  • Mengalami kesulitan emosi yang tidak terkendali (marah berlebihan, sedih ekstrem, panik)
  • Mengalami gejala fisik tanpa sebab medis jelas (sakit perut, pusing, dll)
  • Menarik diri secara sosial dalam jangka panjang

Membangun komunikasi emosional dengan anak bukan soal mencari solusi instan. Tapi soal menciptakan ruang aman, penuh kasih, dan terbuka. Dengan bertanya, mendengarkan, dan hadir sepenuhnya, Anda sedang menanamkan fondasi penting bagi kesehatan mental anak jangka panjang.

Anak yang terbiasa bicara tentang perasaannya sejak kecil, akan tumbuh menjadi individu yang tangguh, sadar diri, dan tahu ke mana harus mencari bantuan saat butuh.

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

nine × one =