Membuat atau merekam video intim atau yang dikenal dengan istilah ‘film biru’ mungkin terdengar aneh. Tapi sebenarnya bagi sebagian pasangan suami istri bereksperimen merekam aktivitas seks ternyata bisa meningkatkan adrenalin, bahkan bisa membawa mereka merasakan kenikmatan secara maksimal.
Memang, ada yang menganggap merekam dan membuat video seks terdengar sedikit ‘gila’. Namun, tidak sedikit juga pasangan yang senang dengan extreme sex. Mencari variasi agar keluar dari ritme yang itu-itu saja dan mencoba sesuatu yang baru.
Nah, bagi MamPap yang membutuhkan variasi, tidak ada salahnya bereksperimen dalam hubungan seks. Salah satu caranya, mungkin saja dengan membuat blue film sendiri.
Membuat Blue Film, Wajar atau Penyimpangan Seks?
Jika MamPap masih bertanya-tanya ‘Apakah wajar aktivitas seks seperti ini’? Parentsquads mendapatkan jawaban dari dua orang seksolog dengan latar belakang yang berbeda. Seksolog yang memiliki latar belakang sebagai dokter, dr. I Made Oka Negara, S.Ked., FIAS., M.Biomed mengungkapkan bahwa wajar atau tidaknya merekam hubungan initim tergantung tujuannya. Apakah untuk dinikmati berdua saja secara pribadi atau malah bertujuan komersil.
“Jika tujuannya komersil, tentu saja berisiko tinggi di Indonesia, karena rekaman video yang mengandung muatan pornografi bersifat ilegal. Tetapi sesungguhnya ini bukan hal baru, artinya keinginan suami istri atau sepasang kekasih untuk mendokumentasikan hubungan seksual serta kemesraan seksual adalah juga menjadi fantasi semua pasangan,” terang dokter yang sempat menjabat sebagai Sekertaris di Asosiasi Seksologi Indonesia.
Menurutnya, secara kuno, sudah banyak pasangan yang seringkali membuat dokumentasi aktivitas seks yang mereka lakukan. Namun bedanya memang bukan membuat blue film, namun pada masa itu mereka merekamnya lewat lukisan atau gambar tangan, bahkan ada beberapa yang mendokumentasikannya lewat seni pahat, seni patung dan lainnya.
Membuat video seks pribadi sebenarnya wajar, apalagi jika mengingat bahwa manusia merupakan makhluk seksual, yang secara alamiah akan mengalami sebuah siklus kebersamaan adanya kematangan seksual. Dengan konsekuensi jika kebutuhan seksual ditutup-tutupi justru akan mengakibatkan agresifitas berlebihan untuk mencari tahu dan mengeksplotasi tanpa terarah, yang lebih berpotensi menjadi ancaman kriminalitas seksual.
“Nah, ketika pasangan suami istri ingin menambah referensi dan variasi hubungan seksualnya agar bisa lebih variatif dan menghilangkan kebosanan, seringkali salah satu pilihan yang dianggap menantang adalah membuat tayangan adegan seksual mereka sendiri, untukd itonton bersama, walau jumlah pasangan yang melakukan hal seperti ini tentu saja masih sedikit,” ungkap dosen Andrology dan Sexology di Universitas Udayana.
Hal ini pun ditegaskan oleh, Putri Langka. MSI.Psikolog, selaku Psikolog Klinis Dewasa sekaligus Lecturer ini menuturkan bahwa secara psikologis, pasangan suami-istri yang ingin merekam aktivitas seksualnya secara sukarela bisa dianggap wajar dalam batas privasi dan persetujuan bersama, sebab dalam artian yang luas, seksualitas adalah bagian dari ekspresi intim pasangan, dan variasi perilaku seksual.
Alasan yang Melatarbelakangi Pasangan Membuat Blue Film
1. Bagian dari Ekplorasi Hubungan
Dikatakan Putri Langka, membuat membuat rekaman pribadi seperti halnya blue film, bisa menjadi bagian dari eksplorasi hubungan yang sehat selama dilakukan dengan persetujuan yang setara.
“Lehmiller (2018), juga menjelaskan bahwa fantasi seksual adalah wajar dan sebetulnya bisa menjadi sebuah peta jalan, menunjukkan kebutuhan psikologis mana yang terpenuhi dan mana yang tidak.Orang biasanya berfantasi beberapa kali seminggu hingga beberapa kali sehari. Bisa jadi merekam aktivitas seksual menjadi fantasi bagi pasangan yang menikah dan mengeksplorasi fantasi bersama bisa saling mendekatkan.”
2. ‘Obat’ Kangen
Sementara dr. Oka juga mengatakan salah satu alasan mengapa ada pasangan suami istri ingin mendokumentasikan kemesraannya buat selanjutnya ditonton bersama kembali sehingga tahu bagaimana ‘tampilan’ mereka di video, ada juga untuk ‘kenang-kenangan’ buat pasangan seandainya tidak sedang bersama. “Yah, istilahnya bisa untuk obat kangen,” tambahnya.
3. Sebagai Sex Booster
Selain itu, dokter Oka mejelaskan bahwa memang benar jika membuat video seks dengan pasangan mampu membangkitan gairah seks. Karena dengan menontonnya bisa jadi referensi positif untuk melakukan hubungan seksual yang menyenangkan. “Asal kegiatan ini dilakukan tanpa paksaan, disetujui bersama, berhati-hati, serta tentu saja ditonton sebagai “part of the show” atau bagian dari hubungan seksual itu sendiri,” ujarnya.
Komunikasi Menjadi Kunci Utama
Putri Langka. MSI.Psikolog mengingatkan bahwa komunikasi dan persetujuan antar pasangan adalah kunci dan prinsip utama yang harus dipenuhi. Sebab, pasangan harus membicarakan batasan, alasan, dan potensi risiko. Tanpa komunikasi terbuka, aktivitas ini bisa menyebabkan kesalahpahaman atau bahkan merusak kepercayaan dalam hubungan.
“Pada satu sisi aktivitas ini dapat menjadi bagian dari eksplorasi hubungan yang sehat jika dilakukan atas dasar komunikasi terbuka dan persetujuan penuh. Ingat ya, persetujuan kedua belah pihak, dan sebaiknya kedua belah pihak juga memiliki pengetahuan yang cukup mengenai hal ini. Jangan langsung setuju hanya karena yang minta adalah pasangan. Pelajari dulu dari sumber yang terpercaya, kalau perlu cobalah pada aktivitas seksual yang ‘ringan’ misalnya french kiss, kemudian lihat bersama dan diskusikan apakah masing-masing merasa nyaman dan aman melihat video tersebut.”
Sebab, pemahaman menyeluruh ini diperlukan untuk menghindari munculnya risiko emosional dan psikologis seperti rasa malu, penyesalan, atau kecemasan tentang keamanan data jika video tersebut tersebar. “Risiko juga dapat meningkat jika salah satu pihak merasa tertekan atau terjadi manipulasi”
Seperti yang disampaikan Putri Langka, untuk bisa membedakan antara keinginan mengontrol atau manipulasi emosional eksplorasi seksual yang sehat memang dibutukahkan kerbukaan dan kejujuran antara kedua belah pihak, dalam hal ini suami istri.
Namun, katanya, hal mendasar yang tidak bisa diabaikan adalah masing-masing pasangan harus jujur dengan dirinya sendiri. “Jangan mengiyakan hanya karena perasaan tidak enak, sebab hal ini juga menyangkut privasi terhadap tubuh dan kehidupan Anda sendiri. Jawab dulu semua keraguan Anda dengan jujur pada diri sendiri. Perbedaan antara sehat dan kontrol atau manipulasi tentunya terletak pada kesetaraan keinginan dan kebebasan membuat keputusan. Jika salah satu pihak merasa ditekan, atau takut hubungan berakhir jika menolak, atau merasa tidak nyaman tapi terpaksa menyetujui, itu adalah tanda kontrol dan manipulasi. Eksplorasi dalam pernikahan yang sehat selalu melibatkan rasa aman dan nyaman bagi kedua pihak.”
Rambu yang Perlu Diperhatikan Saat Membuat Blue Film
Nah, jika di antara MamPap ingin memiliki keinginan untuk memdokumentasikan aktivitas seksual, Putri Langka menegaskan ada beberapa hal yang wajib diperhatikan. Apa saja?
1. Apabila ada niat untuk membuat blue fim, lengkapi pengetahuan Anda tentang hal ini, jangan hanya karena ‘seru’, ‘trend’ atau ‘demi pasangan’.
2. Pasangan perlu mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan di masa depan, misalnya, bagaimana jika hubungan berubah atau terjadi konflik?
3. Masing-masing pihak harus merasa bebas menyetujui atau menolak tanpa takut akan konsekuensi dari pasangan. Jika ada sedikit saja tekanan ‘halus’, itu tanda red flag dalam pernikahan.
4. Jika Anda tidak dapat membuat keputusan sendiri, maka Anda dan pasangan bisa berdiskusi dengan konselor/ psikolog perkawinan/seksual untuk memahami dinamika relasi dan mendapatkan panduan aman yang sesuai.
5. Pastikan kedua pasangan memiliki pengetahuan yang cukup mengenai teknologi rekam–merekam dan penyimpanannya terlebih lagi untuk jenis blume film. Buat kesepakatan yang detil tentang tempat penyimpanan, kata sandi, penghapusan dan lainnya.
6. Gunakan perangkat yang aman dan hindari penyimpanan cloud atau sejenisnya yang Anda tidak memiliki kontrol penuh.
7. Secara berkala evaluasi apakah blue film yang terlah dibuat masih perlu dilakukan atau disimpan, untuk memastikan masing-masing pasangan masih merasa nyaman dengan hal ini.
8. Untuk berjaga-jaga bisa saja membuat perjanjian hukum untuk mencegah salah satu pihak menyebarkan foto/video. Tapi kembali saya ingatkan kalau sampai anda merasa perlu membuat perjanjian, artinya: masih ada ‘sebersit’ walaupun ‘kecil’ rasa tidak percaya kan. Jadi kembali lagi, coba tanya ke diri sendiri terlebih dahulu, apakah yakin merasa nyaman untuk melakukan?
Jadi, bagaimana? Tertarik untuk membuat blue film yang mendokumentasikan hubungan intim bersama pasangan?

Hai, salam kenal 🤗, panggil saya Adis. ‘Terlahir’ jadi ibu, menjadi sadar kalau menjadi orang tua merupakan tugas seumur hidup. Meski banyak tantangan, semua tentu bisa dijalani jika ada dukungan dari lingkungan sekitar. #MamaSquads