Tanpa Disadari Anak Bisa Kurang Empati, Kenali Ciri-cirinya

ciri-ciri anak kurang empati
Foto: Aflo Images

“Saat adiknya terjatuh, anak saya yang pertama bukannya refleks menolong tapi malah menertawai adiknya….”

“Anak saya tidak menangis atau tidak menunjukkan ekspresi duka saat menonton film sedih, padahal kami semua sudah menangis, loh.”

Mungkin MamPap juga punya keluhan yang sama soal kurangnya empati pada si kecil. Ini beberapa ciri-ciri anak kurang empati dan tanda yang perlu MamPap waspadai mengenai perilaku si kecil yang tidak berperasaan atau tidak peduli pada hal buruk atau menyedihkan yang terjadi di sekitarnya. Simak juga bagaimana cara mengatasinya, ya. 

Apa Itu Empati?

Dijelaskan Verywell Mind, empati adalah kemampuan dalam memahami secara emosional apa yang dirasakan orang lain, melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain, dan membayangkan diri kita berada pada posisi orang lain. 

Read More

Intinya, empati adalah menempatkan diri kita pada posisi orang lain dan merasakan apa yang orang lain rasakan.

Tasha Seiter MS, PhD, LMFT, seorang Mindful Relationships, mengatakan pada laman Psychology Today, empati tertanam dalam otak. Manusia, menurut Tasha, memiliki sel-sel di otak yang disebut mirror neurons (neuron cermin), yang bekerja seolah-olah kita melakukan hal yang sama dengan orang lain, atau merasakan apa yang orang lain rasakan. 

Misalnya, saat kita merasa ngeri ketika menonton seseorang terluka di televisi. Saat itu, neuron cermin sedang aktif sehingga kita dapat merasakan rasa sakit yang dialami sang aktor/aktris –pada tingkat neurologis. 

Ini juga yang menjadi alasan mengapa menguap itu menular. Saat melihat seseorang menguap, neuron cermin sebenarnya sedang bekerja dan kita pun melakukan hal sama (ikutan menguap).

Jika Anak Tidak Menunjukkan Empati

Ada anak yang gampang sedih ketika melihat orang lain sedih. Tapi ada juga anak yang kurang atau tidak mampu memahami apa yang dialami atau dirasakan orang lain. Ini kemudian yang membuat perilakunya tampak seperti tidak peduli. 

MamPap, pada dasarnya anak-anak dilahirkan dengan tingkat empati tertentu. Setiap anak memiliki keinginan bawaan untuk membantu orang lain dan berbuat baik. Namun sejatinya, rasa empati yang murni baru bisa tumbuh dengan melibatkan perspektif (bantuan) orang lain. Dengan kata lain: diajarkan.

Sementara, sebelum usia tujuh tahun, perasaan anak-anak masih mengacu pada egosentrisnya, belum dapat melihat dunia dari perspektif orang lain. Jadi jika mereka terkesan sangat egois, itu karena otaknya memang masih berkembang, belum cukup dewasa untuk sepenuhnya menyadari apa yang terjadi di sekitarnya dan mengekspresikan perasaannya. 

Jadi jika MamPap melihat si kecil seperti tidak bisa ikut sedih saat menonton film sedih, bisa jadi karena memang perkembangan empatinya belum berkembang sehingga ia masih kesulitan mengembangkan empatinya.

Pentingnya Mengajarkan Empati Sejak Usia Dini

Seperti yang sudah dijelaskan di atas, empati bisa didapat anak dengan cara dipelajari. Dengan kata lain, MamPap perlu mengajarkan perasaan ini kepada anak-anak melalui teladan dan pola asuh sehari-hari.

“Waktu terbaik untuk mulai belajar tentang empati adalah saat kita masih muda,” ujar Elizabeth A. Segal, Ph.D., profesor di Arizona State University pada laman Psychology Today. Dalam hal ini, kata Elizabeth, orangtualah yang menjadi guru empati pertama bagi anak.

Baby Center menggambarkan empati sebagai suatu emosi yang kompleks, sehingga anak butuh waktu bertahun-tahun untuk mempelajarinya. Memang ada beberapa anak yang mulai mampu memahami pikiran dan perasaan orang lain di usia 18-24 bulan. Namun bagi beberapa anak lainnya, memahami apa itu empati, bisa jadi sebuah perjalanan yang lambat dan bertahap.

Apapun hasilnya, usahakan mengajarkan empati sedini mungkin pada anak, ya, MamPap. Semakin lama Anda menunda ‘pelajaran empati’ ini, maka semakin besar resikonya bagi perkembangan emosional dan moral anak di masa depan.

Tahapan Perkembangan Empati pada Anak

ciri-ciri anak kurang empati, mengajarkan anak empati
Foto: Garakta Studio

“Mengapa anak saya terlihat seperti tidak memiliki empati?” 

Bisa jadi karena memang ‘belum usianya’, MamPap…

Jadi begini, MamPap, empati itu berkembang seiring dengan pertumbuhan usia anak. Agar MamPap lebih mudah memahaminya, berikut ini beberapa tahapan perkembangan empati pada anak: 

  • Anak usia dini: Tanda-tanda awal empati meliputi pengenalan emosi sederhana, seperti sedih dan senang yang diungkapkan dengan kata-kata.
  • Anak sekolah dasar: Anak-anak dengan resiprositas sosial di sekolah dasar menawarkan kenyamanan dan mengajukan pertanyaan tentang perasaan orang lain. Misalnya saat berhadapan dengan orang yang jatuh dan terluka, “Apakah kamu baik-baik saja? Ada yang sakit, nggak? Yang mana?” Anda kemudian menawarkan anak tersebut obat luka. Melihat kejadian ini, anak dapat memahami emosi Anda dan anak yang terjatuh dengan lebih baik. 
  • Anak sekolah menengah pertama dan atas: Anak usia ini sudah jauh lebih mahir dalam mengidentifikasi dan memahami berbagai macam emosi. Mereka sudah dapat membantu orang lain melewati masa-masa sulit, mendengarkan cerita dan membantu mengatasi kekhawatiran orang lain, serta memberikan dukungan yang tepat. 

Dampak Jangka Panjang Jika Anak Tidak Diajarkan Empati

National Library of Medicine melakukan penelitian pada 274 anak (129 anak laki-laki, 145 anak perempuan) untuk mengetahui dampak jangka panjang pada anak-anak yang minim empati. Ini hasilnya: 

  • Masalah emosional/perilaku, seperti depresi, cemas berlebih, gangguan obsesif-kompulsif, dan komunikasi interpersonal yang buruk. 
  • Masalah di atas kemudian menyebabkan partisipasi anak dalam berbagai kegiatan dan organisasi sosial lebih rendah.
  • Adaptasi sosial juga rendah. Prasyarat untuk berempati membuat mereka mengurangi interaksi sosial. Ini juga yang menyebabkan mereka merasa cemas berlebih jika harus bersosialisasi. 
  • Hubungan orangtua-anak yang kontradiktif dan acuh tak acuh
  • Bahasa Pragmatik: Anak yang kurang berempati  cenderung kesulitan dalam komunikasi sosial dan keterampilan pragmatik.
  • Kurang perhatian: Anak yang kesulitan berempati karena memang mereka kurang memperhatikan perasaan, komentar, dan reaksi orang lain .
  • Pola perilaku atau minat yang terbatas: Anak yang kurang berempati karena mereka terlalu asyik dengan minat dan ide mereka sendiri.

Anak-anak yang minim empati juga cenderung tumbuh dengan tingkat perundungan siber yang lebih tinggi. Dan dikatakan juga bahwa kurangnya empati merupakan salah satu ciri khas gangguan kepribadian narsistik. 

Duh, jangan sampai buah hati Anda mengalaminya, ya, MamPap.

Ciri-ciri Anak Kurang  Empati

Anak-anak kecil seringkali tidak menunjukkan empati, karena empati berkembang secara bertahap seiring bertambahnya usia.

Michele Borba, psikolog pendidikan dan pakar pengasuhan anak serta pengembangan karakter, menjelaskan di situs pribadinya beberapa ciri-ciri anak yang kurang empati. Mengenai ini juga ditulisnya di salah satu bukunya yang berjudul UnSelfie: Why Empathetic Kids Succeed in Our All-About-Me World.

Berikut beberapa ciri-ciri anak kurang empati pada usia sekolah dasar dan yang lebih besar:

  • Tidak menunjukkan simpati kepada orang atau karakter yang sedang menderita (tidak peduli atau merasa kasihan atas kesulitan, kesedihan, atau kemalangan orang lain). Misalnya, ketika temannya jatuh atau terluka, anak tidak menunjukkan minat atau perhatian, atau malah tertawa alih-alih membantu dan bertanya apakah temannya baik-baik saja.
  • Umumnya tidak peka terhadap kebutuhan orang lain saat melihat seseorang yang jelas-jelas membutuhkan bantuan dan tidak melakukan apa pun.
  • Tidak peduli, tidak memikirkan atau mengabaikan perasaan orang lain saat orangtua, saudara atau temannya tampak kesal.
  • Tidak pernah memuji yang umumnya dilakukan sebagai umpan balik positif.
  • Tidak mendengarkan orang yang sedang berbicara dengannya, atau menunjukkan kurangnya minat terhadap ide, situasi, atau perasaan orang lain.

Cara Mengajarkan Empati kepada Anak

Empati dapat diajarkan dan ditingkatkan, MamPap. Berikut ini beberapa cara yang bisa Anda lakukan untuk membantu meningkatkan empati pada anak: 

1. Membaca

BBC mengatakan, buku dapat menjadi batu loncatan untuk pendidikan empati dan cara yang luar biasa dan aman bagi anak-anak untuk belajar tentang emosi orang lain.

Melalui cerita, otak anak merespons dengan cara memproses bahasa, mengaktifkan korteks sensorik dan motorik anak. Dengan begitu anak dapat mengalami perasaan/emosi karakter yang seolah-olah nyata. 

2. Diskusikan emosi Anda

Bersikap terbuka tentang perasaan Anda akan membantu anak memahami apa yang Anda rasakan. Seperti, “Mama kesal karena tadi tadi kehabisan telur di warung,” atau “Mama senang sekali karena tadi kamu makannya cepat dan kamu menghabiskan makananmu!” 

3. Validasi perasaannya

Saat si kecil mengungkapkan perasaannya, berikan perhatian penuh dan gunakan kata-kata untuk menggambarkan perasaannya. Dengan demikian anak tahu kalau Anda mengerti perasaannya. Misalnya, saat anak berhasil memakai celananya sendiri, katakan, “Kakak pasti senang kan bisa memakai celana sendiri. Wah, selamat ya…”

4. Beri pujian

Ketika anak bersikap baik, beritahu bahwa apa yang dilakukannya merupakan tindakan yang tepat dan benar. “Kamu baik sekali, Nak, karena mau sharing buku ceritamu dengan adik. Lihat, tuh, adik jadi senang banget bisa baca buku bareng kamu.” 

5. Tunjukkan empati

Bantu anak menyadari ketika orang lain bersikap baik. “Lihat deh kakak itu, baik sekali dia ya mau bantu bapak ojek itu dorong motornya yang mogok.” Kata-kata ini membantu anak memahami bagaimana tindakan seseorang dapat mempengaruhi orang lain.

6. Kendalikan amarah

Mungkin ada perilaku anak yang membuat Anda frustrasi dan kesal, tetapi cobalah tidak menunjukkan kemarahan Anda. Tindakan agresif Anda bisa saja dianggapnya sebagai sesuatu yang wajar.

7. Ajak anak melakukan pekerjaan rumah

Misalnya mencuci buat dan sayur, membereskan mainan atau mengelap meja. Setelah ia menyelesaikan tugasnya, puji anak karena sudah melakukan tugasnya dengan baik. 

Tugas-tugas sederhana itu dapat membantunya mengembangkan empati terhadap orang lain.

8. Beri contoh kepedulian

Tunjukkan kepada anak sikap baik dan penuh kasih sayang kepada orang-orang di sekitarnya. Misalnya, ajak anak mengumpulkan dan mengemas pakaian bekas layak pakai untuk diberikan ke tunawisma. Katakan bahwa barang-barang yang tak terpakai itu akan sangat bermanfaat bagi mereka. Atau mengajak anak menumpuk piring kotor usai makan di restoran. Jelaskan bahwa tindakannya dapat mengurangi beban kerja pelayan resto.

Jika khawatir si kecil menunjukkan ciri-ciri anak kurang empati, tidak ada salahnya mengkonsultasikan hal ini dengan ahlinya (dokter atau psikolog). Para ahli nanti yang akan menilai dan mengevaluasi, apakah kekhawatiran Anda benar atau tidak. 

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

÷ 5 = two